LUMAJANG - Gunung Semeru kembali menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanik. Tercatat berdasarkan Pos Pengamatan Gunungapi Semeru sepanjang Rabu 15 September hingga Kamis (16/9/2021) dini hari telah mengeluarkan beberapa material vulkanik, gempa tektonik, dan vulkanik dalam.
Dari data pos pengamatan tercatat ada 68 kali letusan dari kawah Gunung Semeru sejak Rabu pagi hingga tengah malam pada Kamis dini hari. Durasi letusan tercatat mencapai 60 - 15 detik, guguran lava pijar sebanyak 8 kali, hembusan awan panas sebanyak 16 kali, hingga gempa vulkanik dalam sebanyak satu kali dengan durasi 8 detik.
Baca Juga:Â Â Lokasi Longsor di Kabupaten Malang Bukan Akibat Gempa
Kabid Penanggulangan Bencana BPBD Lumajang Wawan Hadi mengungkapkan, bahwa aktivitas Gunung Semeru masih tergolong fluktuatif di level dua waspada. Menurutnya, setiap harinya gunung tertinggi di Pulau Jawa ini pasti mengeluarkan hembusan, letusan, dan lontaran material vulkanik.
"Jadi gunung api itu fluktuatif. Saat ini, Semeru masih level waspada, dua. Status gunung ada empat, normal, waspada, siaga dan awas. Kita masih di level dua, waspada. Kalau sudah level tiga, siaga itu ada evakuasi. Sementara masih di waspada," ujar Wawan Hadi, saat dihubungi MNC Portal Indonesia, pada Kamis pagi.
Kendati mengalami sedikit peningkatan aktivitas vulkanik, Wawan menyampaikan, aktivitas masyarakat di lereng gunung tersebut masih tidak terlalu berpengaruh. Para warga daerah terdekat dengan Gunung Semeru mulai Sumberwuluh, Pronojiwo, Supiturang, masih beraktivitas seperti biasa.
"Masyarakat masih beraktivitas seperti biasanya. Tidak terganggu, karena Gunung Semeru seperti itu. Pasti ada lava pijar, paling jauhnya sekitar 500 sampai 700 meter. Itu saja, fluktuatif, pagi baik siang sore nggak tahu," bebernya.
Baca Juga:Â Â Gunung Merapi Luncurkan Lava Pijar Sejauh 2.000 Meter
Wawan memastikan bila hembusan material vulkanik berupa lava pijar dan awan panas dari puncak kawah Gunung Semeru tak sampai ke permukiman warga. Bahkan, warga sekitar telah mengetahui dan memiliki kearifan lokal untuk menandakan gunung tersebut dianggap berbahaya.