Dia menyebutkan perang antara Rusia versus Ukraina akhirnya meletus seperti banyak diperkirakan oleh para pakar dan pengamat. Konflik menahun sejak wilayah Ukraina di Krimea diduduki Rusia pada tahun 2014 berujung serbuan Rusia di bagian Timur Ukraina.
"NATO dipimpin Amerika Serikat ternyata gagal melaksanakan diplomasi pertahanan untuk mencegah perang. Kepentingan NATO juga belum tentu dibuktikan untuk membela Ukraina sebagai salah satu anggotanya," ujarnya.
Sejak 2014, NATO tidak memberikan reaksi yang proporsional terhadap Rusia. Strategi pendangkalan NATO juga tidak efektif mencegah Presiden Rusia Putin memerintahkan operasi militer secara masif. Perang yang terjadi di Balkan saat ini masuk dalam kategori perang asimetris dari perspektif ilmu Pertahanan.
"Rusia adalah kekuatan yang superior dan Ukraina adalah kekuatan yang inferior. NATO berusaha menancapkan kekuasaannya di Ukraina yang secara geografis berbatasan langsung dengan Rusia," kata Susaningtyas.
Diakuinya, perbandingan kekuatan militer dan anggaran perang jelas dimiliki Rusia. Di atas kertas Rusia pasti ingin melaksanakan perang dalam waktu secepat-cepatnya, sementara Ukraina pasti melancarkan perang berlarut.
"Sejarah menunjukkan bahwa kekuatan superior seperti Rusia ternyata kalah di Afghanistan. Amerika Serikat juga kalah di Vietnam dan Afghanistan," tegas Susaningtyas.
(Angkasa Yudhistira)