Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Idul Fitri: Modal Multidimensi untuk Kemajuan yang Berkeadilan

Opini , Jurnalis-Senin, 02 Mei 2022 |18:01 WIB
Idul Fitri: Modal Multidimensi untuk Kemajuan yang Berkeadilan
Rektor IPB Arif Satria (Foto Dokumentasi Pribadi)
A
A
A

Tentu ayat ini penting bagi kita di tengah masalah dan tantangan kehidupan yang berbeda dari waktu ke waktu.U ntuk menghadapi masalah dan tantangan perlu ide dan pemikiran, serta pada saat yang

sama juga memerlukan semangat dan motivasi baru.

Disinilah inspirasi tentang kebenaran dan kebaikan sangat diperlukan untuk menjadi modal dalam memperkuat kualitas kerja. Begitu pula masalah dan tantangan yang selalu ada menuntut kita untuk

lebih sabar.

Kesabaran begitu ditekankan oleh Allah karena ujian dan cobaan tidak akan pernah berhenti, sebagaimana dialami oleh seluruh Nabi.

Begitu pula dalam QS Al-Ma’idah ayat 2 ditegaskan oleh Allah: Artinya: "…Saling Menolonglah kamu dalam melakukan kebajikan dan taqwa. Dan jangan saling menolong pada perbuatan yang dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah SWT. Sebenarnya siksaan Allh SWT sangatlah pedih.”

Ayat ini sekaligus menggambarkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang memerlukan sikap saling tergantung. Interdependensi adalah kebutuhan. Lebih-lebih hari ini kita makin merasakan sebuah era yang penuh dengan kecepatan, ketidakpastian, dan kompleksitas.

Di era seperti ini memerlukan skill kolaborasi yang kuat. Kolaborasi ini adalah modal penting untuk lahirnya sebuah inovasi. Hampir semua inovasi yang disruptif adalah inovasi hasil kolaborasi. Saat ini kita tidak bisa lagi hidup sendirian.

Kelima, integritas. Kolaborasi yang akan bertahan dalam waktu lama adalah kolaborasi yang berbasis pada sikap saling percaya (trust). Inilah yang membuat negara-negara maju sangat produktif berinovasi karena kuatnya kolaborasi antar ilmuwan dan antar-lembaga.

Kelanggengan kolaborasi mereka tercipta karena basis hubungannya adalah kepercayaan. Hal ini bisa terwujud karena masyarakat mereka sudah tergolong apa yang disebut Fukuyama sebagai high trust society, yaitu masyarakat dengan rasa saling percaya yang tinggi.

Mereka bisa saling percaya karena mereka memiliki integritas yang

kuat yang berpegang pada prinsip kejujuran. Ada beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi yang merintahkan kita untuk berbuat jujur,

antara lain: Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar (jujur)." (QS At-Taubah: 119)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al Ahzab: 70-

71).

Artinya: “Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan mengantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk

berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim no. 2607).

Artinya: “Tinggalkanlah yang meragukanmu pada apa yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedangkan dusta (menipu) akan menggelisahkan jiwa.” (HR. Tirmidzi no. 2518 dan Ahmad 1/200)

Thomas Stanley mengatakan bahwa dari 100 Faktor sukses ternyata nomor satu adalah kejujuran, bukan kepintaran, bukan dimana kita sekolah, dan bukan berapa nilai sekolah kita. Jelas, bahwa Islam mengajarkan kepada kita tentang kejujuran. Hal ini juga tertlihat jelas dari keteladanan Nabi Muhammad Saw yang sangat terkenal dengan julukan “Al

Amien”.

Status ini diberikan oleh suku Quraisy kepada Nabi karena kejujurannya. Keenam, berpikir positif. Seorang mukmin selalu mengambil hikmah dari setiap peristiwa. Bahkan dalam QS Al-Insyirah Ayat 5 ditegaskan," setelah ada kesulitan pasti ada kemudahan".

Kita dilatih untuk bersikap positif atas kejadian apapun. Juga ayat

berikut ini juga mengingatkan kita keharusan berprasangka baik: "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui." (QS Al-Baqarah: 216).

Nabi menganjurkan kepada kita semua untuk terus berpikir positif (husnuzan), sebagaimana sabdanya:

Artinya: “Allah Ta’ala berfiman: Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya apabila ia memohon kepada- Ku." (HR Muslim).

Hadist Nabi ini menegaskan pentingnya mindset baru yang harus selalu positif. Sikap positif ini akan berdampak pada menguatnya optimisme dalam berbagai hal, dan optimisme adalah modal untuk kemajuan.

Ketujuh, proaktif dan penuh inisiatif. Nilai ini muncul sebagai pemahaman atas QS ArRa’d Ayat 11 yang menegaskan bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang akan mengubahnya. Disinilah masa depan kita akan ditentukan oleh kita sendiri.

Maju mundurnya kehidupan kita sangat tergantung dari sikap

proaktif dan daya inisiatif melalui visi, strategi, dan eksekusi yang kita lakukan. Telah ditegaskan bahwa “Seorang Manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya” (QS An-Najm Ayat 39).

Artinya, upaya mewujudkan visi hidup kita diperlukan sebuah langkah proaktif. Tidak ada yang datang tiba-tiba. Semua memerlukan

usaha dan melewati tahapan proses. Oleh karena itu, penguatan kualitas sikap proaktif dan daya inisiatif sangat diperlukan untuk transformasi kita ke depan.

Ketujuh nilai tersebut bisa menjadi pilar budaya kemajuan. Budaya kemajuan ini diperlukan untuk merespons perubahan. Kemajuan secara kultural sangatlah penting bagi konstruksi kemajuan secara material, seperti teknologi, infrastruktur, ekonomi, dan bangunan fisik lainnya. Tentu yang kita inginkan adalah kemajuan bangsa dengan kekuatan kombinasi keduanya yakni adanya kemajuan secara kultural dan kemajuan material sekaligus.

Selanjutnya seluruh dimensi kemajuan tersebut didasari kerangka spiritualitas yang kuat, sehingga iman dan taqwa tetap menjadi fondasi pokoknya. Jamaah idul Fitri yang dirahmati Allah Swt.

Kemajuan yang hendak kita capai juga sudah seharusnya bisa dirasakan oleh semua orang.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement