BEIRUT - Seorang pria bersenjata, yang melakukan penyanderaan selama enam jam di bank di Beirut, Lebanon karena tidak bisa menarik tabungannya, telah dipuji sebagai pahlawan oleh publik negara Timur Tengah itu.
Bank-bank di Lebanon telah menetapkan aturan ketat tentang berapa banyak uang yang dapat diakses orang, di tengah krisis ekonomi yang mendalam.
BACA JUGA: Bank Dunia: Krisis Lebanon Adalah yang Terburuk di Dunia Sejak 1850-an
Tersangka memasuki bank dengan senapan, menuangkan bensin dan meminta uangnya untuk membayar tagihan rumah sakit, demikian dilaporkan AFP.
Tindakannya mendapat dukungan publik - dengan sorak-sorai orang banyak berkumpul di luar dan meneriakkan: "Kamu adalah pahlawan."
Penyanderaan itu akhirnya berakhir dengan damai tanpa cedera, setelah negosiator mencapai kesepakatan yang memungkinkan tersangka menerima USD35.000 (sekira Rp513 juta) dari tabungannya di muka, menurut laporan saluran TV LBC.
Polisi mengawal para sandera dan tersangka dari cabang Bank Federal dekat Jalan Hamra, di barat kota. Para pejabat belum mengatakan apakah pria itu akan menghadapi dakwaan.
Menurut LBC, keluarga tersangka sangat membutuhkan tabungan mereka, dengan beberapa anggota keluarga di rumah sakit.
BACA JUGA: Peringati Satu Tahun Ledakan Pelabuhan Beirut, Ribuan Orang di Lebanon Gelar Demonstrasi
Saudara laki-laki tersangka mengatakan kepada wartawan: "Saudara laki-laki saya memiliki USD210.000 di bank dan ingin mendapatkan hanya USD5.500 untuk membayar tagihan rumah sakit."
Dan istri serta saudara laki-lakinya, yang berada di luar bank, mengatakan bahwa "setiap orang harus melakukan hal yang sama" untuk mendapatkan akses ke apa yang "hak mereka".
Ada kemarahan yang meluas di Lebanon atas kontrol ketat atas rekening bank orang, yang mulai berlaku pada 2019. Ada juga pembatasan transfer uang ke luar negeri.
Negara ini berada di tengah-tengah salah satu krisis ekonomi paling parah di dunia di zaman modern - dan dampaknya semakin terasa ketika biaya hidup melonjak dan ada kekurangan gandum dan obat-obatan.
Di luar cabang, pengunjuk rasa meneriakkan: "Turunkan aturan bank".
"Insiden serupa terus terjadi," kata George al-Hajj, yang mengepalai serikat pekerja bank Lebanon, kepada AFP. Dalam insiden terpisah pada Januari, seorang nasabah yang marah menyandera puluhan sandera di sebuah bank di lembah Bekaa, menuntut agar uangnya bisa diambil dalam dolar Amerika Serikat (AS).
"Para deposan menginginkan uang mereka, dan sayangnya kemarahan mereka meledak di hadapan karyawan bank karena mereka tidak dapat mencapai manajemen," tambahnya.
Mata uang lokal Lebanon telah kehilangan lebih dari 90% nilainya sejak awal krisis, dan PBB mengatakan empat perlima penduduknya hidup dalam kemiskinan.
(Rahman Asmardika)