TEHERAN - Setidaknya 76 pengunjuk rasa telah terbunuh oleh pasukan keamanan Iran selama 11 hari kerusuhan yang dipicu oleh kematian seorang wanita dalam tahanan, kata para aktivis.
Hak Asasi Manusia Iran (IHR), sebuah organisasi yang berbasis di Norwegia, menuduh pihak berwenang menggunakan kekuatan yang tidak proporsional dan peluru tajam untuk menekan perbedaan pendapat.
BACA JUGA: Tragedi Kematian Mahsa Amini, Protes Paling Parah di Iran dalam Sejarah, 35 Orang Meninggal
Media pemerintah menyebutkan jumlah korban tewas 41 orang, termasuk beberapa personel keamanan, dan menyalahkan "perusuh". Ratusan orang juga telah ditangkap, 20 di antaranya wartawan.
"Risiko penyiksaan dan perlakuan buruk terhadap pengunjuk rasa serius dan penggunaan peluru tajam terhadap pengunjuk rasa adalah kejahatan internasional," kata direktur IHR Mahmood Amiry-Moghaddam sebagaimana dilansir BBC.
"Dunia harus membela tuntutan rakyat Iran untuk hak-hak dasar mereka."
Kantor hak asasi manusia PBB juga mengatakan sangat prihatin dengan tanggapan kekerasan pihak berwenang dan mendesak mereka untuk menghormati hak untuk melakukan protes secara damai.
Demonstrasi anti-pemerintah telah menyebar ke lebih dari 80 kota besar dan kecil di seluruh Iran sejak pemakaman Mahsa Amini pada 17 September.
BACA JUGA: Protes Kematian Mahsa Amini, Wanita Iran Bakar Hijab dan Potong Rambut
Wanita Kurdi berusia 22 tahun dari kota barat laut Saqez itu tengah mengunjungi ibukota, Teheran, pada 13 September ketika dia ditangkap oleh petugas polisi moral karena diduga melanggar undang-undang ketat yang mengharuskan wanita untuk menutupi rambut mereka dengan hijab, atau jilbab.
Dia pingsan setelah dibawa ke pusat penahanan untuk "dididik" dan meninggal di rumah sakit setelah tiga hari dalam keadaan koma.
Polisi mengatakan Amini meninggal setelah menderita gagal jantung mendadak, tetapi keluarganya menolaknya dan menuduh bahwa dia dipukuli oleh petugas.