Senada dengan pendapat Hotman, Mantan Kabareskrim Anang Iskandar juga menilai penjatuhan hukuman mati terhadap Teddy Minahasa tidak tepat. Menurutnya, hakim harus menggali aturan dasar narkotika di Indonesia berdasarkan pasal 36 UU no 8 tahun 1976.
"Penjatuhan hukumannya yang tidak tepat kalau dijatuhi hukuman mati. Dimana sanksi bagi pelaku kejahatan narkotika pasal 36 menyatakan bahwa sanksinya berupa hukuman badan, pengekangan kebebasan atau pidana penjara bukan pidana mati meskipun diancam pidana mati," kata Anang dikonfirmasi terpisah.
Sementara itu, Pengamat Kepolisian sekaligus Dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Alfons Loemans juga menyoroti kasus narkoba Teddy Minahasa. Menurutnya hukuman mati terhadap Teddy Minahasa tidak sesuai dengan fakta-fakta persidangan.
Sebab itulah seharusnya Teddy Minahasa bisa bebas dari tuntutan hukuman mati. Menurut analisanya dalam persidangan terungkap banyak tersaji hanya dari keterangan Linda Pudjiastuti dan mantan Kapolres Bukittinggi, Dody Prawiranegara yang lemah sebagai alat bukti di persidangan.
"Jadi kalau kita dengar rangkaian ini kan rangkaian lebih banyak diceritakan oleh Linda Pudjiastuti dan Dody untuk menunjuk ke Teddy Minahasa. Persoalannya apakah seperti itu bukti-bukti yang terkait dengan itu?,” kata Alfons kepada wartawan, Senin 10 April 2023.
Alfons menilai banyak kejanggalan dari pengakuan Linda yang mengklaim pernah diajak Teddy Minahasa mengunjungi pabrik sabu di Taiwan. Sebab, berdasarkan data penelusuran Alfons, tidak ada lokasi di Taiwan yang menunjukkan sebagai tempat produsen narkotika.
"Kalau kita dengar Linda punya cerita bahwa berangkat ke Taiwan beberapa kali sama Teddy Minahasa ini kok cerita, cerita ngarang bohong kalau menurut saya,” tuturnya.
(Fakhrizal Fakhri )