Soekarno dan Mohammad Hatta sendiri tak punya tanggapan. Perwira tinggi sekutu di Jakarta, Jenderal Philip Christison juga gagal membujuk Inggris mencabut ultimatumnya.
Soebardjo kemudian menyerahkan segala keputusan di tangan Gubernur Soerjo. Lantas keluarlah pidato orang nomor satu di Jatim itu kepada segenap rakyat Surabaya dan sekitarnya pada 9 November malam lewat radio.
"Saudara-saudara sekalian. Pucuk pimpinan kita di Jakarta telah mengusahakan akan membereskan peristiwa Surabaya pada hari ini, tetapi sayang sekali sia-sia belaka, sehingga kesemuanya diserahkan kepada kebijaksanaan kita di Surabaya sendiri.
Semua usaha kita untuk berunding senantiasa gagal. Untuk mempertahankan kedaulatan negara kita, maka kita harus menegakkan dan meneguhkan tekad kita yang satu, yaitu berani menghadapi segala kemungkinan.
Berulang-ulang telah kita kemukakan bahwa sikap kita ialah, lebih baik hancur dari pada dijajah kembali. Juga sekarang dalam menghadapi ultimatum pihak Inggris, kita akan memegang teguh sikap kita ini. Kita tetap menolak ultimatum itu.
Dalam menghadapi segala kemungkinan besok pagi, mari kita semua memelihara persatuan yang bulat antara pemerintah, rakyat, TKR, Polisi dan semua Badan-badan perjoangan pemuda dan rakyat kita.
Mari kita sekarang memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, semoga kita sekalian mendapat kekuatan lahir-bathin serta Rakhat dan Taufik dalam perjoangan. Selamat berjoang!,”