Siksaan Kawilarang pada hari nahas itu hanya sampai situ. Setelah ikatannya dilepas, tubuh Kawilarang langsung roboh tak berdaya. Setelah diperintahkan berdiri, Kawilarang “dipersilakan” keluar dari kamp tahanan.
Dia sempat berobat lebih dulu sebelum kembali bekerja di pabrik karet. Para pegawai lain yang melihat bekas-bekas lukanya, seolah sudah maklum.
Tapi sialnya pada Juni 1944, Kawilarang kembali terjaring razia yang kali ini dilakukan Keimubu (Polisi Jepang). Siksaan yang pernah dilakukan Kempeitai sebelumnya, dirasakan Kawilarang lagi.

Ditambah, mulutnya dipaksa dijejali air 20 ember yang kemudian, tubuhnya diinjak-injak. Penyiksaan “waterproof” ini dilakukan berulang-ulang kali. Seolah tidak puas, pemukulan juga dialami, sekaligus perutnya ditusuk-tusuk garpu. Luka di perut ini tak pernah hilang hingga akhir hayatnya.
Kawilarang juga akhirnya dilepas lagi setelah ditahan 40 hari dan menjalani 17 kali penyiksaan. Desas-desus Jepang kembali melakukan razia juga terdengar dan beruntunglah bagi Kawilarang, karena Jepang keburu menyerah pada sekutu pada 15 Agustus 1945.