Sebuah referendum yang diselenggarakan Rusia mengenai status komunitas ini menjadi sasaran seruan boikot dari Tatar Krimea dan minoritas Ukraina di wilayah tersebut. Kejadian ini membuat beberapa orang Tatar Krimea, yang menyuarakan keprihatinan tentang pengambilalihan Moskow, menghilang di bawah pemerintahan Rusia.
“Krimea kembali ke Rusia selamanya. Siapa pun yang mendukung perlawanan berarti mendukung pertumpahan darah; tentu saja kami tidak bisa menerima itu dan akan bereaksi," kata Sergei Aksyonov, pejabat tinggi Putin di Krimea, sebagaimana dikutip dari Middle East Eye.
Sebagian orang Tatar Krimea akhirnya memutuskan untuk pindah ke daerah lain di Ukraina dan bahkan ke Turki, yang memberikan perlindungan bagi umat Islam dari penganiayaan lebih lanjut oleh Rusia. Sedangkan sebagiannya lagi bersumpah untuk tetap tinggal, baik di Krimea atau di daratan Ukraina.
Mereka bahkan bersedia mengangkat senjata melawan Rusia setelah 2014 dan sekali lagi saat Rusia melancarkan aksi militer ke Ukraina pada 2022. Dengan Ukraina yang kini berada di bawah ancaman Rusia, Tatar Krimea berusaha untuk melepaskan diri lagi dari pengaruh Moskow.
(Rahman Asmardika)