Korban dari kebijakan baru itu adalah Agus Hernoto, perwira operasi dalam Batalyon I RPKAD yang dipimpin Benny Moerdani. Agus Hernoto merupakan perwira berkaki satu setelah sebelah kakinya diamputasi akibat bertempur dalam operasi pembebasan Irian Barat (Papua).
Benny Moerdani tidak terima. Dia mempermasalahkan kebijakan baru yang dirumuskan sejumlah perwira staf dalam rapat di markas RPKAD di Cijantung akhir tahun 1964.
“Dia menegaskan bahwa dirinya tidak rela kalau Agus harus dikeluarkan dari RPKAD. Benny mengenang pengalamannya dengan Agus dan menyatakan pembelaannya”.
Entah siapa yang membocorkan. Kritik Benny Moerdani dalam rapat itu sampai ke telinga Ahmad Yani. Pada 4 Januari 1965 Benny dipanggil untuk menghadap ke Markas Besar Angkatan Darat (MBAD).
Dalam pembicaraan berbahasa Belanda, Yani menyalahkan Benny sekaligus menudingnya tidak beretika karena menyampaikan penilaian atas kebijakan komandannya.
Benny dimutasi ke Kostrad. Sementara Kolonel Moeng Parhadimoeljo dipindahkan ke Kalimantan. Sebelum dimutasi ke Kostrad, Benny Moerdani ternyata juga mempersoalkan pengangkatan Letkol Sarwo Edhie Wibowo sebagai komandan RPKAD menggantikan Moeng Parhadimoeljo.
Benny lebih setuju komandan RPKAD dijabat Letkol Widjojo Soejono, yakni dengan alasan lebih senior sekaligus berpengalaman daripada Sarwo Edhie. Namun Ahmad Yani lebih memilih Sarwo Edhie karena teman dekat dan sekaligus berasal dari satu daerah, yakni Purworejo Jawa Tengah.
Protes Benny terkait pengangkatan Sarwo Edhie membuat Ahmad Yani murka dan sontak memerintahkan Benny keluar dari RPKAD. Pengusiran Benny dari RPKAD membawa pengaruh besar atas sikapnya terhadap RPKAD.
Tiga jam setelah menerima perintah keluar dari RPKAD, ia langsung meninggalkan Cijantung. Di dalam hati Benny dengan geram berjanji tidak akan pernah mengenakan Baret Merah lagi.
“Saya sudah berjanji kepada diri sendiri bahwa saya tidak akan memakai Baret Merah lagi, setelah mereka mengusir saya dari Cijantung,” kata Benny Moerdani seperti dikutip dari Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando (2009).