Haedar menjelaskan pasti ada perbedaan baik dal toleran tasamuf bahkan tanawud (perbedaan cara dalam hal menjalankan ibadah) termasuk memulai bulan ramadan syawal dan dzulhijah. Sehingga perbedaan ini justru akan memperkuat umat Islam dalam beribadah.
"karena memang selama masih ada petbedaan di dalam Islam antar methode. maka akan selalu ada perbedaan dalam penentuan awal ramadan, idul fitri dan idul adha," tambahnya.
Haedar menandaskan Muhammadiyah selama ini secara terbuka, demokratif, argumentatif memberikan solusi yakni disusunnya dan diterimanya kalender global internasional, kalender islam unifikasi. Hal ini memerlukan proses terus menerus yang sebenarya telah dimulai ketika ada pertemuan organisasi dan negara islam di Turki 2016.
Hanya saja, lanjut Haedar, untuk pewujuan satu kalender islam global memerlukan waktu. Sehingga kalau memiliki kalender islam global itu seperti kalender miladiyah tidak lagi ada perbedaan-perbedaan. Dan tidak ada lagi kegiatan yang bersifat membuat masyarakat menjadi berbeda dalam penentuan.
"Dan ini adalah hutang umat islam peradaban. umat islam ini kan dengan perintah iqro saja garus menjadi umat dan bangsa yang berfikir menggunakan ilmu pengetahuan dan tehnologi sebaik mungkin dan tasional, "ujarnya.
Haedar menghimbau baik ada kesamaan dan perbedaan maka tidak kalah pentingnya memaknai ibadah ramadan dan idul fitri ataupun dzulhijah untuk melahirkan keislaman yang lebih baik. Namun jika nanti berbeda maka itu tidak perlu ribut di media sosial karena justru membuat nilai ibadah berkurang.
(Awaludin)