GAZA – Kesedihan mendalam begitu dirasakan dua bersaudara perempuan al-Breim setelah menyadari jika ibu mereka Amira mendadak hilang usai serangan udara Israel lainnya yang menghancurkan Gaza,
Mereka langsung panik dan bergegas ke tempat kejadian, memanggil sang ibu dan mencari tanda-tanda keberadaannya di antara puing-puing.
“Seolah-olah kita berada dalam mimpi. Mimpi,” isak Samar al-Breim di tengah tumpukan beton yang runtuh dan kabel yang terpilin,” dikutip Reuters.
“Saya berdoa kepada Tuhan agar saya bangun dan mengetahui bahwa itu hanya mimpi dan itu tidak benar,” lanjutnya.
“Apa yang mereka lakukan hingga pantas menerima ini?,” ujarnya.
Dia mengatakan anak-anak juga tidur di lokasi serangan udara di Khan Younis di Gaza selatan.
“Anak-anak tertidur, mereka tidak bersalah, mereka tercabik-cabik,” tambahnya.
Samar al-Breim mencengkeram beberapa benda acak di tengah gundukan puing.
“Mereka (Israel) ingin memusnahkan kami. Meskipun kesakitan, kematian, kehancuran yang mereka timbulkan, kita akan menang, Insya Allah, dan kita akan menjadi lebih kuat dari sebelumnya,” pungkasnya.
Kakak perempuannya, Sahar, mengatakan bahwa paman mereka, beserta keluarga mereka, telah meninggal. Sahar menambahkan bahwa dia juga seharusnya menginap di rumah ibunya semalaman namun tidak dapat datang karena kurangnya transportasi.
“Ibuku terjebak di bawah sini,” ujarnya sambil menunjuk ke gundukan puing. “Tidak ada tempat yang aman di seluruh Gaza,” lanjutnya.
“Insya Allah akan ada gencatan senjata karena kami sudah banyak kehilangan, kehilangan semua orang yang kami sayangi. Kami tidak punya apa-apa lagi,” kata Sahar sambil terus memanggil nama ibunya.
Seperti diketahui, ribuan warga Palestina diyakini terkubur di bawah reruntuhan setelah serangan udara tanpa henti dalam serangan Israel yang telah menewaskan lebih dari 36.000 orang, menurut otoritas kesehatan Gaza, dan menghancurkan daerah kantong padat penduduk tersebut.
Perang dimulai ketika kelompok Islam Palestina Hamas menyerang Israel selatan pada 7 Oktober, menewaskan 1.200 orang dan menyeret lebih dari 250 orang kembali ke Gaza, menurut penghitungan Israel, sehingga menciptakan krisis penyanderaan bagi pemerintahan sayap kanan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu.
Para mediator gagal mencapai gencatan senjata permanen meskipun telah melakukan negosiasi selama berbulan-bulan. Netanyahu pada Senin (3/6/2024) menegaskan kembali bahwa prioritas utama Israel di Gaza tetap menghancurkan Hamas serta penyelamatam sandera yang disandera oleh kelompok tersebut.
(Susi Susanti)