Tetapi selepas wafatnya Raden Wijaya, dan berganti ke tahta Jayanagara, anak laki-laki satu-satunya Raden Wijaya dari seorang wanita Melayu, kebijakan kerajaan kerap dipengaruhi oleh seseorang bernama Dyah Halayudha, yang disebut sebagai Mahapati dalam kitab kuno.
Sosoknya terkenal licik dan menghalalkan segala cara untuk mencapai misinya. Tak ayal, kebijakan-kebijakan raja banyak yang sengsara pada zaman ini. Pejabat - pejabat yang berseberangan dengan Dyah Halayudha, termasuk di jabatan Dharmaputra satu persatu dibunuh dan disingkirkan atas nama kerajaan. Tuduhannya macam-macam, ada yang dianggap tidak becus bertugas sampai pada dituduh memberontak.
Gesekan Dharmaputra dengan pemerintah Majapahit dimulai pasca pembunuhan Mahapatih Nambi. Pada 1316 ayah Patih Nambi yang bernama Pranaraja meninggal dunia di Lumajang. Salah satu anggota Dharmaputra yaitu Ra Semi ikut dalam rombongan pelayat dari Majapahit.
Kemudian terjadi peristiwa tragis dimana Nambi difitnah melakukan pemberontakan oleh Dyah Halayudha. Karena lebih percaya Dyah Halayudha, Raja Jayanagara kemudian menghukum Nambi. Saat pasukan Majapahit menyerang, Ra Semi masih berada di Lamajang bersama anggota rombongan lainnya.