Totopong telah menjadi bagian dari budaya Sunda sejak zaman kerajaan di Tatar Parahyangan. Beberapa sumber menyebutkan bahwa pada zaman dahulu, bentuk iket mencerminkan kelas sosial pemakainya.
Filosofi dan Makna Totopong bukan hanya sekadar penutup kepala, tetapi juga memiliki filosofi dan makna yang mendalam bagi masyarakat Sunda. Salah satu filosofi yang dipercaya adalah sebagai pengikat hawa nafsu untuk menjadi manusia yang lebih baik.
Totopong juga dianggap sebagai representasi estetika budaya Sunda yang di dalamnya terkandung nilai-nilai tentang kesemestaan, ketuhanan, dan kebenaran.
Sejumlah sumber mengatakan, filosofi "Opat Kalima Pancer" melambangkan empat unsur alam dan diri manusia dalam iket. Totopong atau Iket Sunda juga dapat menjadi simbol status sosial dan penghormatan terhadap kedudukan seseorang.
(Fahmi Firdaus )