Pada 1998, beliau menggunakan pidato ulang tahunnya untuk mendesak rakyat Thailand agar bersatu di belakang Perdana Menteri saat itu, Chuan Leekpai. Hal ini memberikan pukulan telak bagi rencana oposisi untuk mengadakan debat mosi tidak percaya dengan harapan dapat memaksakan pemilihan umum ulang.
Kemudian, beliau dikaitkan dengan sebuah gerakan politik, Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (PAD) yang berhaluan royalis, yang protesnya berhasil menjatuhkan pemerintahan yang dipimpin atau bersekutu dengan Thaksin Shinawatra, seorang mantan taipan telekomunikasi populis.
Pada 2008, Sirikit menghadiri pemakaman seorang pengunjuk rasa PAD yang tewas dalam bentrokan dengan polisi, yang menyiratkan dukungan kerajaan terhadap kampanye yang telah membantu menggulingkan pemerintahan pro-Thaksin setahun sebelumnya.
Bagi banyak orang Thailand, beliau akan dikenang karena karya amalnya dan sebagai simbol kebajikan keibuan. Wafatnya beliau akan disambut dengan penuh hormat di negara yang menindak segala kritik dengan hukum lese-majeste yang ditegakkan secara ketat, yang menetapkan hukuman penjara bagi mereka yang menghina keluarga kerajaan, bahkan yang sudah meninggal.
Beliau meninggalkan seorang putra, sang raja, serta tiga putri.
(Rahman Asmardika)