JAKARTA - Banjir parah dan tanah longsor yang melanda wilayah Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar) dinilai sudah layak ditetapkan sebagai bencana nasional. Hal ini melihat dampak kerusakan dan korban yang ditimbulkan.
Tokoh muda asal Sipirok yang juga pengacara nasional, Amriadi Pasaribu, menilai pemerintah pusat sudah selayaknya menetapkan musibah di Sumatera sebagai bencana nasional. Sebab, bencana banjir dan longsor di tiga provinsi sudah menelan korban cukup banyak. Begitu juga kerugian harta benda serta kerusakan prasarana dan sarana.
Dari sisi cakupan luas wilayah yang terkena bencana dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan, juga sudah memenuhi syarat ditetapkan sebagai bencana nasional sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang penanganan bencana.
"Pemerintah dan pihak terkait harus menetapkan bencana di Sumatera sebagai bencana nasional agar penanganan cepat dilakukan," ujar Amriadi di Jakarta, Sabtu (29/11/2025).
Amriadi menyoroti kondisi daerah asalnya di Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumut, yang juga terdampak banjir bandang parah pada 25 November lalu. Hingga saat ini akses utama menuju dan dari Sipirok masih terputus karena jalan tertimbun longsor.
"Ini kalau tidak cepat ditangani masyarakat bisa terisolasi. Karena itu, perlu tindakan dan penanganan mendesak," tegasnya.
Dia menilai bencana yang terjadi tak lepat dari ulah manusia yang tidak menjaga alam. Ia mencontohkan daerahnya Sipirok yang sejak dulu alamnya dikenal indah, baru kali ini diterjang banjir bandang. Ia curiga banjir bandang ini akibat alamnya sudah dieksploitasi oleh kepentingan bisnis.
"Faktor bencana karena rusaknya alam di Tapanuli selatan atau di Tapanuli utara di hulu dan itu terjadi karena ada faktor ikut serta izin pemerintah daerah," tegasnya
Maka itu, Amriadi mendesak tiga gubernur yang terdampak musibah segera merekomendasikan status bencana nasional. Sebab, peran kepala daerah sangat menentukan naik tidaknya status bencana daerah menjadi bencana nasional.
Sebelumnya, Gubernur Aceh, Sumut, dan Sumbar sudah menetapkan daerahnya masing-masing status tanggap darurat bencana.
Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah menetapkan status tanggap darurat bencana sejak 25 November 2025 hingga 8 Desember 2025. Pasalnya terdapat 13 daerah di Sumbar yang terdampak bencana, yakni Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Tanah Datar, Agam, Pesisir Selatan, Kabupaten Solok, Kota Pariaman, Pasaman Barat, dan Kota Bukittinggi. Selain itu juga ada Kota Solok, Padang Panjang, Limapuluh Kota, dan Pasaman.
Lalu, Gubernur Aceh Muzakir Manaf menetapkan status tanggap darurat bencana yang berlaku selama 14 hari sejak Kamis 27 November 2025, menyusul parahnya banjir dan longsor yang telah memutus jaringan komunikasi dan menimbulkan korban jiwa.
Demikian juga Gubernur Sumut Bobby Nasution, menetapkan status tanggap darurat bencana selama 14 hari terhitung mulai Kamis 27 November 2025. BNPB mencatat, hingga Jumat sore total korban meninggal dunia akibat bencana di Sumut sebanyak 116 orang dan 42 lainnya masih dalam pencarian.
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto menyebut tidak tertutup kemungkinan penetapan status bencana nasional terkait musibah yang melanda Aceh, Sumut, Sumbar. Bencana di tiga provinsi tersebut telah menyebabkan 174 orang meninggal dunia.
"Kita terus monitor, kita kirim bantuan terus. Nanti kita menilai kondisinya ya," ujar Prabowo seusai menghadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2025 di Jakarta, Jumat 28 November 2025.
Sesuai pedoman yang diterbitkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Prosedur Penetapan Status Darurat Bencana Nasional adalah sebagai berikut:
1. Apabila kebutuhan penanganan darurat bencana melampaui kapasitas dari provinsi yang wilayah kabupaten/kota terdampak, maka Gubernur wilayah provinsi terdampak dapat mengeluarkan surat pernyataan yang ditujukan kepada Presiden yang berisikan tentang pernyataan ketidakmampuan dalam penyelenggaraan penanganan darurat bencana dan sekaligus bermohon kiranya status keadaan darurat bencana yang terjadi dapat ditingkatkan menjadi status keadaan darurat bencana nasional.
2. Paling lambat 1x24 jam setelah keluarnya surat pernyataan dimaksud, maka BNPB dan Kementerian/Lembaga terkait agar melakukan pengkajian cepat situasi.
3. Selanjutnya, hasil pengkajian cepat dimaksud dibahas dalam rapat koordinasi tingkat nasional untuk menghasilkan rekomendasi tindak lanjut.
4. Apabila rekomendasi yang dikeluarkan menyatakan perlu menaikkan status keadaan darurat bencana menjadi status keadaan darurat nasional, maka Presiden dapat segera menerapkan status keadaan darurat bencana provinsi.
5. Selanjutnya, Kepala BNPB mengkoordinasikan SKPD/lembaga terkait di tingkat provinsi untuk mengambil langkah-langkah penyelenggaraan penanganan darurat bencana lebih lanjut.
6. Apabila rekomendasi yang dihasilkan sebaliknya, maka Pemerintah melalui Kepala BNPB segera menginformasikan ke Gubernur wilayah terdampak bahwa status keadaan darurat bencana tidak perlu ditingkatkan menjadi status keadaan darurat bencana nasional dan sekaligus di dalam menginformasikan tersebut, termuat pernyataan bahwa pemerintah provinsi akan melakukan pendampingan penyelenggaraan penanganan darurat bencana yang terjadi.
(Arief Setyadi )