Narasi yang muncul kemudian justru lebih ke arah membela Ketua Umum terkait posisinya. Namun, PBNU justru tidak membuat penjelasan kepada publik secara jelas terkait isu yang beredar, apakah merupakan fakta dan mana yang merupakan opini pihak internal.
Tentunya hal ini membuat publik bertanya, apa yang sedang ditutupi dalam konflik internal NU ini?
Saat terjadi krisis reputasi di sebuah lembaga, pemulihan reputasi organisasi adalah hal mutlak. Tapi yang terjadi di PBNU dalam beberapa minggu terakhir, PBNU justru terlihat
seolah membela figur individu. Karena itu, muncul narasi "keretakan di NU" karena NU justru tidak hadir sebagai sebuah lembaga, tapi seolah mewakili figur kubu tertentu.
Sebagai institusi besar bukan berarti NU terbebas dari konflik. Justru dinamika NU dalam sejarah perkembangannya, selalu dipenuhi berbagai konflik internal.
Bahkan, Pengamat politik, budaya dan sosial yang juga Dosen Universitas Nahdlatul Ulama (Unusia), Amsar A. Dulmanan, menyebut konflik yang terjadi saat ini di internal PBNU merupakan bagian dari dinamika organisasi. Karena itu menurutnya, ada mekanisme yang harus ditempuh seperti tabayyun dan diselesaikan melalui jalur muktamar.
Terlepas dari konflik yang terjadi di PBNU, secara institusi NU sebenarnya telah memiliki perangkat dalam organisasi untuk megendalikan krisis yang terjadi di internalnya.