Sayangnya, hal itu tidak dilakukan saat isu pemakzulan ramai jadi pembahasan di berbagai media konvensional maupun media sosial. Sehingga narasi yang terbentuk justru soal keretakan di internal NU, ketimbang narasi yang mencerminkan NU sebagai lembaga yang kokoh dan terbuka.
Akhirnya, konflik internal NU pun menjadi terbuka di ruang publik. Bahkan posisi ketua umum semakin menjadi sasaran komentar negatif di media sosial. Setiap kali persoalan NU
ini dibahas, maka akan banyak tanggapan-tanggapan miring dari masyarakat terkait citra ketua umum. Akhirnya berimbas kepada citra NU sebagai organisasi.
Pemberitaan media hanya berfokus pada aksi saling tuding dua kubu di NU dan saling klaim terkait legalitas kepemimpinan. Karena hal ini terus berlangsung, reputasi NU pun mulai tergerus di mata publik.
Krisis ini akan menjadi pembelajaran penting bagi NU untuk melakukan pembaruan dalam penanganan krisis dan peningkatan reputasi. Tentunya ke depan harus ada penguatan terhadap rumah besar Nahdlatul Ulama.
Ditulis oleh: Fitri Ramadhani, Mahasiswa Magister Komunikasi Korporat Universitas Paramadina
(Erha Aprili Ramadhoni)