Duterte pernah mengatakan kepada aparat penegak hukum di sebuah acara anti-narkoba, "Anda mungkin akan ditembak. Tembak dia terlebih dahulu, karena dia akan benar-benar menodongkan senjatanya pada Anda, dan Anda akan mati."
"Saya tidak peduli dengan HAM. Saya secara penuh akan memikul tanggung jawab hukum. Saya akan menghadapi pengacara hak asasi manusia itu, bukan Anda," kata Duterte.
Orang kuat yang populer
Semua peristiwa dan kecaman ini tidak mengurangi popularitas Duterte. Dalam jajak pendapat, popularitasnya tetap tinggi meski dia dikecam dan penyelidikan terhadapnya atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan berlangsung di Pengadilan Pidana Internasional.
Beberapa kalangan mengaitkan tren ini dengan populisme agresif Duterte di negara miskin seperti Filipina, di mana kepercayaan publik terhadap sistem peradilan selalu rendah.
Ada pula yang lain menilai, terlepas dari karier politiknya yang panjang, Duterte berhasil memproyeksikan dirinya sebagai "orang luar"—berlawanan dengan Keluarga Aquino dan Keluarga Marcos yang telah memerintah Filipina selama beberapa dekade.
Selama bertahun-tahun, Duterte menyebut dirinya sebagai "penghukum" yang "melanggar aturan". Pilihan kata-katanya yang blak-blakan dan sering kali kasar diterima oleh masyarakat Filipina. Beberapa kalangan menyebutnya sebagai "tatay Digong" atau "Bapak Duterte".
Pernyataan misoginis Duterte tentang perempuan dan komentar seksis atas pemerkosaan hanya dianggap lelucon oleh para pendukungnya.
Namun, kepribadiannya yang provokatif dan dukungannya terhadap kekerasan bukanlah hal baru. Duterte naik ke tampuk kekuasaan pada 1980-an ketika Filipina masih tenggelam dalam politik Perang Dingin.
Dia menjadi wali kota di Davao pada 1988. Ini adalah kota di selatan Filipina yang menjadi basis perlawanan terhadap pemberontak komunis. Kelompok komunis ini menyerang polisi, pejabat, dan orang orang yang mereka anggap musuh.
Kelompok yang melawan kubu komunis ini disebut Alsa Masa (Kebangkitan Massa). Mereka mempersenjatai warga sipil. Menurut beberapa laporan, terjadi paksaan agar masyarakat sipil bergerak melawan komunis.