Perang Melawan Narkoba, 'Warisan berdarah' Kepresidenan Rodrigo Duterte di Filipina

Rahman Asmardika, Jurnalis
Sabtu 02 Juli 2022 01:01 WIB
Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte. (Foto: Reuters)
Share :

Ofelia, yang memilih Duterte pada pemilihan presiden sebelumnya, sedih melihat kematian Bulldog. Dia mengenal dan menyukai laki-laki itu.

"Peristiwa ini menyakitkan. Kesempatan kedua seharusnya diberikan padanya untuk berubah, bukan sesuatu yang begitu tiba-tiba," kata Ofelia.

Bagaimanapun, Ofelia sebenarnya mendukung kebijakan terhadap narkoba ini. Menurutnya, saat ini penyalahgunaan narkotika tidak lagi terlihat di lingkungannya—meski dia mengaku tak bisa menjawab apakah kehidupannya membaik atau memburuk sejak Duterte menjabat presiden.

Rodrigo "Digong" Duterte, yang sekarang berusia 77 tahun, terpilih memimpin Filipina pada Juni 2016. Dia dulu berkampanye akan secara keras memberantas narkoba dan berbagai bentuk kejahatan.

Kebijakannya yang disebut "perang melawan narkoba" telah menyebabkan ribuan tersangka pecandu dan pengedar narkoba tewas dalam operasi polisi yang kontroversial.

Ribuan orang lainnya ditembak mati oleh orang-orang bersenjata bertopeng tak dikenal, yang sering disebut oleh media Filipina sebagai vigilante alias orang-orang yang bertindak tanpa basis hukum.

Selama masa kepresidenan Duterte, banyak kelompok menunjukkan bukti meningkatnya impunitas polisi akibat perang narkoba.

Pada 2020, seorang polisi yang sedang tidak bertugas terekam menembak tetangganya setelah terlibat pertengkaran. Kejadian itu memicu kemarahan publik. Dia belakangan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

Tak lama setelah saya tiba di Manila pada tahun 2017, 32 tersangka pengedar narkoba tewas dalam satu malam dalam operasi polisi berlabel "perang narkoba dipergencar".

Banyak keluarga korban operasi ini berkeras bahwa sanak famili mereka tidak bersalah. Kelompok HAM dan publik internasional mengecam kekerasan tersebut.

Namun Duterte tidak terpengaruh dengan berbagai kecaman itu. Dia pernah berkata bahwa dia "akan dengan senang hati membantai tiga juta pecandu narkoba di Filipina".

Duterte secara keliru membandingkan kampanye anti-narkobanya dengan Holocaust. Perkataannya itu dengan cepat mendapat kecaman dari Jerman dan kelompok-kelompok Yahudi.

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya