Kisah ini diangkat oleh peneliti dan fotografer independen, Marjolein van Pagee dan Ketua Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), Jeffry Pondaag, serta sejarawan Tinneke Bennema ke surat kabar Belanda, NRC Handeslblad pada Sabtu, 21 Mei 2016 lalu.
“Tubuhnya (Kapten Abubakar) ditinggal di tengah jalan di Salu Wajo. (Komandan Belanda) mengenakan seragam dan berkulit putih,” tutur pengakuan salah satu sakti mata, Puang Kuneng (87) di media NRC, dari korespondensi dengan Jeffry Pondaag via surat elektronik (surel).
Setelah kembali diteliti, komandan Belanda yang juga kompatriot Westerling dan bertanggung jawab di Distrik Enrekang kala itu, adalah Kapten Gerardus August Blume. Di Indonesia, namanya lebih sering dikenal dengan sebutan Bloumen atan Bloemen.
Setelah dua hari satu malam kepalanya digantung di tengah pasar, keluarga Kapten Abubakar baru diperbolehkan mengambil jasad dan potongan kepala sang kapten, untuk kemudian dikuburkan. Tapi tak lama kemudian, rumah keluarga Kapten Abubakar dibakar pasukan Belanda.