Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Menelusuri Lerong, Aroma Kriminalitas Berkedok Prostitusi Jalanan Medan

Wahyudi Aulia Siregar , Jurnalis-Sabtu, 18 Maret 2017 |08:19 WIB
Menelusuri Lerong, Aroma Kriminalitas Berkedok Prostitusi Jalanan Medan
Kawasan Simpang Barat, sarang prostitusi yang memiliki tingkat kriminalitas tinggi (Foto: Wahyudi/Okezone)
A
A
A

Bermodal keterangan Teger, Okezone pun melakukan penelusuran ke Kawasan Simpang Barat. Di sana, puluhan perempuan muda berpakaian serba ketat sangat mudah ditemukan tengah menjajakan diri. Beberapa diantara mereka juga terlihat menyendiri, namun ada juga yang berkumpul sambil berbincang-bincang. Ada yang sambil merokok, ada juga yang hanya terduduk di atas sepeda motor sambil melempar senyum dan rayuan terhadap setiap pria yang melirik mereka.

“Cewek Say ?,” sapa salah seorang dari perempuan itu.

Setelah beberapa kali mondar-mandir, Okezone kemudian memberanikan diri untuk menegur salah satu diantara PSK yang terlihat sendiri. Siska namanya. Janda beranak satu berusia 29 tahun itu, mengaku sudah tujuh tahun menjadi PSK dan selalu mangkal di Kawasan Simpang Barat.

“Dulu aku dijual pacar ke kawannya, belakangan aku jualan sendiri. Duitnya lumayan,” kata perempuan berdarah Sunda-Tionghoa itu.

Dari Siska pula, saya mendapatkan istilah baru. Istilah yang dikenal dikalangan para PSK untuk kejadian seperti yang dialami Teger.

“Oh itu namanya dia kena Lerong. Udah biasa disini, kalau pelanggan yang agak-agak culun selalu jadi korban itu. Ada yang cuma ditipu dan enggak jadi main, ada yang dimintai uang terus menerus, ada yang barangnya dicuri, ada juga yang dipukuli dan barang-barangnya dirampas. Kawan abang itu pas kena sialnya aja itu,” tuturnya.

Siska mengaku tak semua PSK di Simpang Barat melakukan Lerong. Namun ia tak menuding telah banyak yang menjadi korban atas perbuatan tersebut.

“Banyak memang, bisa dibilang hampir setengah-setengah lah antara yang Lerong dan enggak. Biasanya yang Lerong itu yang masih muda-muda. Karena banyak pelanggan mereka bertingkah. Tapi akibat perbuatan mereka itu, kita yang susah. Pelanggan jadi takut dan jumlahnya jauh berkurang. Dulu aku bisa dapat 5-6 orang pelanggan semalam. Apalagi kalau malam minggu bisa sampai 10 orang. Tapi sekarang, udah mangkal berjam-jam, kadang-kadang malah enggak buka dasar sampai pagi,” keluhnya.

Siska pun membantu saya mengidentifikasi para PSK yang kerap melakukan Lerong. Menurut Siska, para PSK pelaku Lerong biasanya mangkal secara beramai-ramai tak jauh dari hotel tempat mereka akan melayani pria hidung belang pengguna jasa sekaligus korbannya. Di hotel itu pula biasanya banyak pemuda berkumpul. Pemuda-pemuda itu adalah beking para PSK Lerong tersebut.

“Paling banyak memang yang di Jalan Wahid Hasyim ini. Dan mereka cuma mau main di hotel yang ada di jalan itu juga. Kalau di Jalan Gatot Subroto ada juga, tapi karena disitu PSK-nya sudah banyak yang berumur, jadi enggak banyak korban. Kalau di sini (Wahid Hasyim) ada saja kejadian tiap malam ribut-ribut karena jadi korban Lerong,” jelasnya.

Siska mengatakan, keberanian para PSK melakukan aksi lerong bukan datang dengan sendirinya. Selain karena telah bekerjasama dengan para anggota ormas kepemudaan alias preman yang membekingi mereka, biasanya PSK pelaku Lerong sudah berada di bawah pengaruh narkoba.

“Rata-rata karena udah nyabu (memakai sabu) makanya berani Lerong. Uang hasil Lerong juga untuk beli sabu-sabu. Preman-preman itu juga udah narkobaan. Kadang-kadang mereka pakai narkoba sama-sama. Di luar Lerong itu, preman-preman itu mengutip biaya Rp15 Ribu-Rp50 Ribu untuk setiap PSK yang mendapatkan pelanggan. Biasanya kami langsung didatangi begitu keluar dari hotel,” jelas Siska.

Siska sendiri tak pernah berani melakukan lerong. Bukan karena tak ada kesempatan, namun ia trauma karena salah seorang rekannya pernah dihajar hingga babak belur akibat melakukan Lerong.

“Kalau aku enggak berani gitu. Aku punya anak. Kalau aku gimana-gimana, anakku siapa yang rawat. Dulu pernah kawan ku Lerong sama tentara. Memang malam itu lepas dia. Tapi beberapa hari kemudian, dia diculik terus dipukuli dan kakinya dipatahin. Dia juga diancam akan dibunuh kalau melapor ke Polisi. Semua cewek disini tahu kejadian itu. Waktu itu semua berhenti Lerong, tapi ya belakangan balik lagi,” tukasnya.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement