BAGHDAD - Perdana Menteri Irak Haider al Abadi menegaskan, Pemerintah Irak tidak akan mengadakan pembicaraan dengan Pemerintah Daerah Kurdistan (KRG) tentang hasil referendum. Al Abadi menganggap, referendum kemerdekaan Kurdi yang diadakan pada Senin 25 September di Irak utara itu inkonstitusional.
"Kami belum siap untuk berdiskusi atau berdiskusi tentang hasil referendum karena tidak konstitusional," kata al Abadi dalam sebuah pidato, dilansir dari Reuters, Selasa (26/9/2017).
Pimpinan KRG Masoud Barzani mengatakan, referendum tersebut tidak mengikat dan dimaksudkan sebagai mandat yang sah untuk bernegosiasi dengan Pemerintah Irak dan negara-negara tetangga mengenai pemisahan wilayah Kurdi dari Irak. Pemungutan suara diharapkan dapat memberikan kata ‘ya’ dan hasil akhir harus diumumkan dalam 3 hari.
Sekadar diketahui, Rakyat Kurdi Irak mulai memberikan suaranya dalam referendum kemerdekaan pada 25 September. Pemerintah di wilayah otonomi itu nekat menggelar referendum di tengah ketegangan dan penentangan dari sejumlah negara.
BACA JUGA: Kurdi Ingin Lepas dari Irak, Presiden Prancis: Tunda Referendum demi Perangi Teroris
Jajak pendapat dibuka pukul 05.00 GMT atau sekira pukul 12.00 WIB dan berlangsung di daerah yang disengketakan antara Kota Erbil Utara dan Ibu Kota, Baghdad. Referendum juga digelar di Provinsi Kirkuk yang kaya minyak dan didiami penduduk multietnis.
Pemerintah pusat di Baghdad —yang sangat menentang referendum— berusaha menguasai pos perbatasan regional dan bandara sejak Minggu. Pemerintah Irak juga telah meminta negara-negara asing untuk berhenti mengimpor minyak dari wilayah Kurdi.