Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Hari-Hari Jelang Reformasi 20 Tahun Lalu dalam Foto dan Catatan

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Selasa, 22 Mei 2018 |08:29 WIB
Hari-Hari Jelang Reformasi 20 Tahun Lalu dalam Foto dan Catatan
Foto: Erik Prasetya/BBC Indonesia
A
A
A

Bentrok di bawah jembatan Semanggi. Saya sudah berniat meninggalkan lokasi ketika mereka menyanyikan "gelang sipatu gelang" Seseorang lalu mencolek saya dan memberi isyarat agar siap-siap…!

10 Mei 1998: Dukungan dari elemen masyarakat

Krisis Moneter telah menyebabkan banyak perusahaan merumahkan karyawannya dalam jumlah besar. Kelas menengah pun tak luput dari imbasnya. Ekonomi kolaps, pengangguran terjadi di mana-mana.

Seiring dengan meningkatnya eskalasi gerakan mahasiswa, dukungan dari berbagai elemen masyarakatpun meningkat. Dukungan mulai membanjir dari elite politik, organisasi nonpemerintah, buruh dan rakyat. Berbagai gerakan mulai menyokong dan menyumbang pada gerakan mahasiswa. Bahkan tidak jarang secara perorangan.

Foto: Erik Prasetya/BBC Indonesia

Di gedung MPR yang mulai diduduki oleh mahasiswa, orang berdatangan dan menyumbang apapun yang dapat disumbangkan. Saya pernah kebagian nasi bungkus yang dibawa oleh seorang ibu sederhana, dan terharu. Situasinya mengingatkan saya pada cerita-cerita tentang zaman revolusi kemerdekaan.

Foto: Erik Prasetya/BBC Indonesia

Namanya Vivian, sehari-harinya bekerja di sebuah perusahaan asing waktu itu. Sebagai sekjen Gerakan Sarjana Jakarta (GSJ), suatu gerakan yang memfasilitasi diskusi-diskusi untuk pendidikan politik, Vivi berada di tengah demo untuk memastikan ada cukup banyak air mineral gelas yang disebar di jalan-jalan sekitar area demo.

(Air mineral gelas sangat dibutuhkan bila terjadi kerusuhan dan aparat mulai menembakkan gas air mata.).

11 Mei 1998: Suara Ibu Peduli. Reformasi 1998, H-10

Sejak Orde Baru berkuasa gerakan perempuan telah dikooptasi menjadi perkakas politik negara lewat Dharma Wanita dan Kowani.

Peran perempuan yang sebelumnya penting dalam kehidupan sosial direduksi menjadi "kaum Ibu" yang harus tunduk dalam pakem politik patriarki. Pada pertengahan 1980an ketika ide feminisme mulai masuk dalam kesadaran perempuan kelas menengah terpelajar Indonesia, perjuangan menuntut kesetaraan gender mulai disuarakan. Di Jakarta ada Kalyanamitra dan Solidaritas perempuan. Di Yogya muncul Kelompok Perempuan Cut Nya' Dien, dan berbagai tempat terutama pada daerah konflik seperti Aceh, Papua, Timor dlsb.

Pada 1997 saat krisis moneter, aktifvs perempuan dari berbagai lembaga membentuk Koalisi Perempuan Indonesia. Koalisi ini kemudian terlibat dalam aksi-aksi politik mendukung gerakan mahasiswa dan memasukkan perspektif gender dalam tuntutan gerakan reformasi. Awal 1998 ketika krisis makin parah, para aktivis yang tergabung dalam Suara Ibu Peduli (SIP) menuntut penurunan harga susu.

Mereka melakukan demo di Monas. Tiga orang tokohnya diinterogasi semalaman di Polda dan diadili sebulan kemudian. Mereka dinyatakan bersalah karena melanggar KUHP tentang arak-arakan. Mereka adalah Gadis Arivia, Wilasih dan Karlina.

Foto: Erik Prasetya/BBC Indonesia

Demo di Monas hanya berlangsung setengah jam, tapi 'magnitude'-nya cukup besar mengingat demo ini dilakukan oleh ibu-ibu. Saya bahkan mendengar laporan polisi pada pesawat HT yang melaporkan demo SIP sebagai Susu Ibu Peduli. Mereka bertiga kemudian diangkut dengan truk dan diproses (anehnya) pada bagian Susila.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement