12 Mei 1998: Peluncuran novel 'Saman.' Reformasi 1998, H-9
Pada 12 Mei 1998 itu Teater Utan Kayu (TUK) akan mengadakan peluncuran novel Saman, karya Ayu Utami. Novel itu sedang ramai dibicarakan, karena, selain menang sayembara Dewan Kesenian Jakarta, juga dianggap mendobrak segala tabu: seks, agama, dan politik—seperti membawakan suara zaman yang muak dengan rezim Orde Baru.
Tapi, siang itu terdengar kabar, mahasiswa Trisakti mati ditembak seusai demo damai. Malamnya, peluncuran Saman tetap diadakan, dengan menghilangkan acara hiburan, sebagai tanda belasungkawa. Esoknya, Jakarta telah rusuh. Suatu pembukaan pameran yang direncanakan di TUK tidak dihadiri undangan. Kendaraan umum tidak beroperasi. Jalan tidak aman. Sepuluh hari kemudian, 21 Mei, Soeharto mengundurkan diri. Setelah itu, dunia sastra dilanda euforia kebebasan selama sekitar lima atau tujuh tahun.
Karya penulis perempuan, kisah tentang LGBT, pemikiran kiri, kritik terhadap pemerintah, dll. memenuhi pasar buku. Sepuluh tahun setelah Reformasi, situasi berubah. Pasar buku didominasi buku-buku religi. Kekerasan atas nama agama meningkat. Penerbit dan penulis mulai kembali melakukan sensor diri.

"Di taman Firdaus ada seorang lelaki yang terkejut.
...ia melihat didepannya, sejarak lompatan macan, sesosok rupawan, dengan dada berbuah sepasang, berdiri di bawah pohon pengetahuan...Tapi, tanaman itu adalah terlarang. Begitu kata bisikan Tuhan."
Cuplikan dari novel Saman yang sudah saya kenal dari cerita-cerita di Bible. Waktu kecil saya percaya buah pengetahuan itu adalah apel.
13 Mei 1998: Penembakan Trisakti. Reformasi 1998, H-8
Tanggal 12 Mei 1998 para Mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta melakukan aksi damai menuju gedung DPR/MPR. Mereka memulai reli dari depan kampus Trisakti di Slipi sambil membagi bagikan bunga. Tapi aparat menghadapi aksi damai mahasiswa dengan tembakan. Empat mahasiswa gugur. Mereka adalah Elang Mulya, Hendrawan Sie, Herry Hertanto dan Hafidin Royan.

Sunarmi ibu dari Hafidin Royan, meratap di depan jenazah putranya: "Kenapa ditembak? Kalau dia nakal kan cukup dipukul saja? Kenapa ditembak…?" Kami yang berada di ruangan itu tercekat dalam kesedihan. Dari arah belakang saya mendengar seseorang merapalkan kata; kita harus menang, kita harus menang!
14 Mei 1998: Pemakaman dan kerusuhan. Reformasi 1998, H-7
Tanggal 13 Mei 1998, dilakukan pemakaman para mahasiswa yang kemudin dinobatkan sebagai Pahlawan Reformasi. Gugurnya para martir reformasi itu membuat rakyat tersentak dan marah. Indonesia pun berkabung.

Televisi, radio, surat kabar dan majalah dipenuhi berita duka dan tangisan dari berbagai pelosok negeri. Siang itu kerusuhan mulai meruyak di sebagian kota Jakarta.