MANTAN orang dalam perusahaan pesawat terbang Boeing menyampaikan kekhawatiran baru soal keselamatan 737 Max, setelah tak dioperasikan menyusul dua kecelakan fatal, salah satunya di Indonesia. Dua kecelakaan ini menewaskan 346 orang.
Berbicara kepada BBC, mantan manajer produksi Boeing 737 di Seattle, Amerika Serikat Ed Pierson, mengatakan ia meyakini masalah yang ada terkait dengan "kemungkinan cacat pada pesawat yang tidak diselidiki secara menyeluruh".
Pierson mengaitkannya dengan kondisi produksi di fasilitas pembuatan 737 ketika itu, yang ia gambarkan "pesawat dibuat terlalu cepat dan beban kerja staf terlalu tinggi".
"Saya khawatir bahwa ada potensi cacat di pesawat yang terkait dengan proses ketika pesawat diproduksi dan saya meyakini cacat-cacat ini berpotensi menyebabkan tragedi di masa depan," kata Pierson.
"Itulah sebabnya saya mendorong agar ada investigasi di fasilitas pembuatan [pesawat]," tambahnya.
Baca Juga: Lagi Bersihkan Pantai, Warga Bintan Temukan Benda Diduga Serpihan Sayap Pesawat
Ia mengatakan semua peringatan yang ia keluarkan sebelum kecelakaan Boeing 737 Max milik Lion Air dan kecelakaan pesawat dengan model serupa yang dioperasikan oleh Ethiopian Airlines, yang terkait dengan tentang kualitas produksi "telah menjadi kenyataan".
Ia menyatakan "ada banyak pertanyaan yang berlum terjawab". Boeing sudah membantah kaitan antara dua kecelakan fatal dan kondisi di fasilitas pembuatan pesawat.
Pihak regulator di AS dan Eropa berkeras bahwa tinjauan mereka telah dilakukan menyeluruh, dan pesawat 737 Max kini dinyatakan aman.
Menyusul dua kecelakaan fatal, seluruh pesawat Boeing 737 max dilarang terbang, namun sudah sekarang kembali dioperasikan di Amerika Serikat dan Brasil, sementara untuk di Eropa, izin terbang diperkirakan keluar pekan ini.
Pierson mengeklaim pihak regulator dan penyelidik "mengabaikan sejumlah faktor", yang dia yakini, boleh jadi "memainkan peranan langsung pada dua kecelakaan".
Setelah dua kecelakaan terjadi, Pierson secara eksplisit mengaitkannya pada beragam kondisi di pabrik Boeing di Renton, dekat Seattle.
Masalah-masalah MCAS
Pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT610 jatuh di Laut Jawa pada Oktober 2018. Lima bulan berselang, Ethiopian Airlines dengan nomor penerbangan ET302 jatuh beberapa menit setelah lepas landas dari ibu kota Ethiopia, Addis Ababa.
Para penyelidik meyakini kedua peristiwa itu dipicu kegagalan sebuah sensor. Perangkat tersebut mengirimkan data tidak akurat kepada peranti lunak pengendali penerbangan, yang disebut MCAS.
Baca Juga: Operasi SAR Hari Ke-12, Tim Temukan Satu Serpihan Pesawat Sriwijaya Air
Sistem otomatis ini kemudian berulang kali ke memaksa hidung pesawat ke bawah, tatkala pilot dan kopilot berupaya menaikkan pesawat. Pada akhirnya dua pesawat itu menukik tak terkendali.