Hla Hla mendengar para serdadu bicara menggunakan ponsel sembari membanggakan bahwa mereka telah membunuh delapan atau sembilan orang. Mereka, menurut Hla Hla, berkata "enak" membunuh orang dan menyebutnya "hari paling sukses sampai sekarang".
Dia mendengar para serdadu meninggalkan desa sembari berseru, "Menang! Menang!"
Seorang warga lain menyaksikan suaminya dibunuh.
"Mereka menembaknya pada bagian paha, lalu mereka menyuruh dia tengkurap dan menembak bokongnya. Akhirnya mereka menembaknya sampai tewas," kata perempuan itu.
Dia berkeras suaminya bukan anggota PDF.
"Dia benar-benar seorang petani lontar yang mencari nafkah secara tradisional. Saya punya putra dan putri dan saya tidak tahu bagaimana melanjutkan hidup."
Maung Oo mengaku menyesali tindakannya. "Jadi saya akan katakan kepada Anda semua. Saya ingin semua orang tahu supaya mereka terhindar bernasib sama."
Keenam serdadu yang berbicara kepada BBC mengaku membakar rumah-rumah dan desa di Myanmar tengah.
Hal ini mengindikasikan aksi tersebut adalah taktik terorganisir untuk menghancurkan dukungan kepada pemberontakan. Ini juga mengemuka ketika sejumlah kalangan menilai militer Myanmar kewalahan mempertahankan kekuasaan di sejumlah lini dalam perang sipil.
Myanmar Witness - sebuah kelompok berisi periset yang melacak pelanggaran HAM menggunakan sumber terbuka - telah memverifikasi lebih dari 200 laporan desa-desa dibakar dengan cara serupa selama 10 bulan terakhir.
Mereka mengatakan skala serangan pembakaran ini meningkat cepat, dari setidaknya 40 serangan pada Januari dan Februari, hingga sedikitnya 66 insiden pada Maret dan April.
Ini bukan pertama kalinya militer Myanmar menggunakan taktik bumi hangus. Militer banyak dilaporkan menerapkan taktik tersebut terhadap komunitas Rohingya di Negara Bagian Rakhine pada 2017.
Kelompok-kelompok etnis di daerah pegunungan Myanmar mengalami serangan semacam ini selama berpuluh tahun.