Kopral Aung juga berada di sana dan mendengar tangisan gadis remaja tersebut saat dia dibakar hidup-hidup.
"Menyayat hati saat mendengarnya. Kami mendengar suara dia berulang kali selama sekira 15 menit saat rumah itu dilalap api," kenang Kopral Aung.
BBC kemudian melacak keluarga gadis remaja tersebut. Salah satu kerabatnya, U Myint, menjelaskan bahwa gadis itu mengalami gangguan jiwa dan ditinggal di rumah selagi orang tuanya bekerja.
"Dia mencoba untuk kabur tapi mereka menghentikannya dan membiarkan dia terbakar," kata U Myint di depan puing-puing rumah tersebut.
Gadis itu bukan satu-satunya perempuan yang menderita di tangan para serdadu ini.
Thiha mengaku bergabung dengan militer untuk memperoleh uang, namun dirinya terkejut dengan tindakan yang terpaksa dia lakukan dan kekejian yang dia saksikan.
Dia lantas memaparkan nasib sekelompok perempuan muda yang mereka tangkap di Yae Myet.
Seorang perwira, sebagaimana dikenang Thiha, menyerahkan perempuan-perempuan ini kepada bawahannya dan berkata, "Lakukan yang kalian inginkan."
Menurut Thiha, para serdadu memerkosa perempuan-perempuan muda tersebut. Namun, dia mengaku tidak ikut-ikutan.
Kami melacak keberadaan perempuan-perempuan itu dan menemui dua di antara mereka.
Pa Pa dan Khin Htwe mengatakan mereka berjumpa dengan sekelompok serdadu selagi berusaha kabur. Para perempuan ini bukan berasal dari Yae Myet. Mereka ke sana untuk mendatangi seorang penjahit.
Walau berkeras bukan anggota PDF atau dari Yae Met, mereka ditahan di sebuah sekolah selama tiga malam. Setiap malam mereka dilecehkan secara seksual berulang kali oleh sejumlah serdadu yang mabuk.
"Mereka menutup wajah saya dengan sarung dan mendorong saya sampai jatuh. Mereka melepaskan pakaian saya dan memerkosa saya. Saya berteriak saat mereka memerkosa saya," jelas Pa Pa.
Dia memohon agar serdadu-serdadu itu berhenti, tapi mereka memukuli kepalanya dan mengancamnya dengan todongan senjata api.