"Saat ini, kalau saya berada di tempat yang dingin, detak jantung saya akan meningkat dan saya harus cepat-cepat pergi dari situ. Meskipun di kepala saya merasa tenang, tubuh saya tidak suka merasakan sensasi itu,” ungkapnya.
Namun udara dingin bukanlah hal terburuk yang dialaminya di Evin.
"Mereka bertujuan mempermalukan saya dengan cara-cara yang sangat spesifik untuk jenis kelamin saya," tukasnya.
Diamond berkata dia dipaksa menjalani apa yang disebut sebagai "tes keperawanan".
Dalam pemeriksaan ini, seorang dokter memasukkan dua jari ke dalam vagina perempuan untuk memeriksa apakah selaput daranya masih utuh. Tes ini tak memiliki dasar ilmiah.
"Vonis awal saya, saat didakwa dengan spionase dan saat mereka menduga saya melakukan spionase melalui tindakan intim atau rayuan, adalah vonis mati," terangnya.
Sekarang dia meyakini bahwa itu adalah "bagian dari rencana panjang dan disengaja mereka untuk menyiksanya secara psikologis" dan berkata, "itu adalah sebuah cara untuk mempermalukan saya dengan cara-cara yang sangat spesifik untuk gender saya."
"Itu adalah mekanisme untuk menjatuhkan identitas dan pengalaman saya menjadi apa yang kemudian mereka sebut sebagai tidak punya harga diri dan memalukan, bahkan kriminal, dan untuk memulai ketakutan pada diri saya akan apa yang dapat mereka lakukan selanjutnya," ujarnya.
Setelah menghabiskan berbulan-bulan di ruang isolasi, Diamond dipindahkan ke bangsal. Di sini, dia bertemu dengan tahanan politik perempuan yang lain.
Dia mengingat bagaimana bangsal itu begitu penuh. "Jika sekarang ratusan pengunjuk rasa ditangkapi dan beberapa di antara mereka ditahan di Evin, saya rasa banyak dari mereka yang harus tidur di lantai,” ungkapnya.