Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Sepak Terjang Sultan Hamid II dan Amir Sjarifuddin, Pahlawan atau Pengkhianat?

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Jum'at, 04 November 2022 |05:04 WIB
Sepak Terjang Sultan Hamid II dan Amir Sjarifuddin, Pahlawan atau Pengkhianat?
Sultan Hamid II dan Amir Sjarifuddin (Foto: BBC Indonesia)
A
A
A

Mohammad Iskandar, sejarawan Universitas Indonesia, dalam diskusi daring bertajuk Menguak Jejak Sultan Hamid II dalam perjalanan sejarah bangsa, 5 Juli 2020, mengatakan sumber-sumber primer terkait BFO sangat sedikit.

"Sehingga perannya kurang mendapatkan tempat dalam sejarah nasional Indonesia, terutama dalam buku pelajaran sangat sedikit," katanya.

Dalam sejarah Indonesia, bahkan sampai sekarang, informasi tentang BFO sangat sedikit, katanya. "Dan celakanya lagi, sumber-sumber primer untuk ini, relatif sangat terbatas di arsip nasional. Kebanyakan ada di Belanda," ujarnya.

Akibatnya, menurut Iskandar, di buku-buku pelajaran disebutkan bahwa BFO adalah "kaki tangan" Belanda. "[Padahal] mereka ingin juga mendirikan Indonesia."

Menurut peneliti sejarah politik kontemporer Indonesia, Rusdi Hoesin, mengutip buku Kekuatan Ketiga dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia (2006) karya sejarawan Leirissa RZ, "betapa penting sekali" peranan BFO sebagai kekuatan ketiga di samping RI dan Belanda.

Dalam Konferensi Inter-Indonesia di Yogyakarta (Juli 1949) dan Jakarta (Agustus 1949), ungkap Rusdi, perwakilan RI dan BFO menjadi "bersatu" sebelum menuju Konferensi Meja Bundar (KMB) di Belanda.

Adnan Buyung Nasution, advokat senior, dalam kata pengantar buku Sejarah yang Hilang, mengatakan Leirizza dan Mahendra Petrus, banyak memberikan informasi baru tentang peran BFO sebagai kekuatan ketiga.

"Ternyata pendapat banyak ahli tentang BFO selama ini salah dan saya bisa membuktikan keselahan itu demi kebenaran sejarah," tulis Leirissa, yang dikutip Adnan Buyung.

Lewat BFO itulah, Anak Agung Gede Agung berhasil mengkonsolidasikan kekuatan nasional dan menjadikannya sebuah wadah diplomasi untuk menunjang perjuangan elite Indonesia untuk mendapat kemerdekaan penuh.

Kembali ke soal upaya menjadikan Sultan Hamid II sebagai pahlawan nasional, kini bola sepenuhnya di tangan pemerintah pusat atau presiden. Dalam tahap ini, Anshari menekankan pentingnya apa yang disebutnya sebagai "melakukan rekonsiliasi bangsa, melakukan rekonstruksi sejarah bangsa, melakukan resolusi yang ada, Indonesia berdamai dengan sejarah."

"Kemudian, mengubur dalam-dalam, semua keburukan, kemudian mengangkat semua kebaikan," katanya. Dia lantas teringat sejumlah tokoh nasional yang dulunya pernah dipenjara karena dituduh memberontak, namun kemudian diangkat sebagai pahlawan karena jasa-jasanya.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement