Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Sepak Terjang Sultan Hamid II dan Amir Sjarifuddin, Pahlawan atau Pengkhianat?

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Jum'at, 04 November 2022 |05:04 WIB
Sepak Terjang Sultan Hamid II dan Amir Sjarifuddin, Pahlawan atau Pengkhianat?
Sultan Hamid II dan Amir Sjarifuddin (Foto: BBC Indonesia)
A
A
A

Sejarawan Ahmad Syafii Maarif, dalam kata pengantar di buku itu, menulis bahwa apa yang disebutnya sebagai pemberontakan PKI di Madiun 1948 itu membawa banyak korban, "dengan segala luka dan memori kolektif traumatik yang ditinggalkannya."

Kematian tragis Amir memang sudah menjadi masa lalu. "Sejarah," tulis Syafii Maarif dalam kalimat berikutnya," memang bertugas untuk mengungkapkan peristiwa masa lampau yang dinilai penting oleh sejarawan".

"Untuk siapa?" Lanjutnya. "Untuk mereka yang masih hidup, bukan untuk mereka yang sudah mati." Syafii barangkali benar, tapi seperti yang dia tulis di awal, 'Madiun Affair', masih menyisakan residu-residu trauma kolektif - hingga sekarang.

Walaupun kuburan Amir dan 10 orang lainnya digali kembali, diidentifikasi, dan jasadnya diserahterimakan kepada keluarganya, serta dimakamkan kembali, sesuai perintah Presiden Sukarno, pada November 1950, pusara itu dihancurkan sekelompok massa usai G30S 1965.

"Sampai reformasi 1998, masih berupa gundukan tanah dan ditumbuhi rumput liar," ungkap Yunantyo Adi, aktivis kemanusiaan dan pemerhati sejarah, kepada BBC News Indonesia, beberapa waktu lalu.

Barulah pada 2008, pemugaran pusara Amir dapat dilakukan. Sebuah lembaga bernama Ut Omnes Unum Sint Institute memelopori pemugarannya, dengan terlebih dahulu melakukan pendekatan dengan warga setempat dan Komnas HAM.

Tujuh tahun kemudian, sejumlah aktivis di mana Yunantyo terlibat di dalamnya, pernah mencoba menggelar peringatan kemanusiaan untuk mengenang Amir Sjarifuddin dan "orang-orang yang terstigma" sejarah.

"Doa bersama lintas agama, tujuannya untuk menghapus stigma, yang melibatkan warga setempat," ungkap Yunantyo.

"Artinya peristiwa masa lalu itu sudahlah, jangan dibumbui hoaks, dengan stigma, dengan luka-luka yang terus diperuncing," tambahnya.

Pada tahun yang sama, Yunantyo bersama Perkumpulan masyarakat Semarang HAM (PMS-HAM) pernah memasang nisan di lokasi kuburan massal orang-orang dituduh simpatisan atau anggota PKI di Dusun Plumbon, Semarang, Jateng, dan berhasil.

Tetapi keinginan Yunantyo dkk untuk menggelar acara kemanusiaan serupa di makam Amir, ternyata, gagal. "Ada sekelompok massa yang menolaknya."

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement