Mendengar kabar kematian suami mereka, Nyi Tirtawati dan Nyi Mertaraga, langsung meminta restu ayahnya, Ki Ageng Palandhongan untuk melakukan Sati. Kaki Ki Ageng Palandhongan dan istri, dicium sekaligus memohon pamit.
Keesokan harinya. Diiringi upacara, rombongan dari Kadipaten Tuban berangkat menuju Kerajaan Majapahit. Ki Ageng Palandhongan dan Arya Adikara mengiringi kedua istri Ronggolawe yang ingin bertemu jenazah suaminya yang berada di Istana Majapahit.
Kuda Anyampiani, putra Ronggolawe yang masih berusia anak-anak, turut serta. Setiba di Majapahit, rombongan disambut langsung Raden Wijaya. Di depan Banyak Wide, dengan wajah muram, Raja Wijaya menyatakan rasa duka yang mendalam. Meski akhirnya harus berperang, baginya Ronggolawe sudah seperti saudara.
"Agaknya sudah menjadi nasibku pula, memiliki saudara terkasih harus putus dan kehilangan sampai di sini," kata Raden Wijaya kepada Banyak Wide.
"Semua telah menjalani takdirnya masing-masing. Rasanya dinda Ronggolawe tidaklah mati. Dia hanya pergi tanpa pamit padaku lebih dulu," kata Raden Wijaya seperti dikisahkan dalam Serat Ranggalawe.
(Rahman Asmardika)