“Kami baru saja berhasil makan setengah sandwich – saya dan anak-anak saya pagi ini,” terangnya.
“Semua flat kami hancur, semuanya hancur. Kami berhasil keluar hanya dengan sedikit uang dan segera lari ke rumah sakit. Kami tidur di rumah sakit sepanjang malam,” ungkapnya.
“Keesokan paginya saudara laki-laki saya datang dan dia membawa kami ke apartemennya di Khan Younis dan sekarang kami tetap di sini tetapi situasinya sulit dan saya berharap sesuatu segera terjadi,” tambahnya.
Jalur Gaza hanya memiliki dua perlintasan perbatasan lainnya, keduanya dengan Israel – Erez. Ini merupakan perlintasan bagi orang-orang di Gaza utara dan Kerem Shalom, satu-satunya persimpangan barang komersial di Gaza selatan. Keduanya tetap tertutup.
Abuaassi mengatakan setiap hari keadaan menjadi “lebih sulit” karena persediaan makanan semakin berkurang.
“Semua orang kelaparan di sini, hari demi hari, hidup semakin sulit dan sulit,” lanjutnya.
“Saya tidak tahu apa yang akan terjadi dalam dua, tiga hari ke depan. Tetapi kami lebih baik daripada orang lain. Beberapa orang bahkan tidak punya tempat untuk tidur, atau makanan atau air,” terangnya.
"Setidaknya kami aman. Kami beruntung mendapat sedikit makanan dan air serta tempat tinggal. Situasinya sangat sulit di sini,” ujarnya.
Dia mendesak Kedutaan Besar Inggris untuk membantu.
"Saya berharap Kedutaan Besar Inggris dapat melakukan sesuatu agar kami bisa keluar dari Gaza secepat mungkin,” pungkasnya.
(Susi Susanti)