Di tahun ini. Komunitas masyarakat adat Sungai Lisai, kembali turun tanam ke sawah. Mereka masih memberlakukan indeks pertanaman (IP) 100 di areal persawahan. Itu sudah berlaku sejak desa ini definitif.
Meski begitu. Kebutuhan pangan tetap tercukupi. Masyarakat percaya, jika hasil gabah mereka mampu memenuhi kebutuhan beras dalam satu tahun kedepan hingga masa turun tanam selanjutnya.
Di awal Agustus 2024. Masyarakat mulai turun tanam. Termasuk Datuk Hasan. Dia mulai menebas lahan seluas seperempat ha miliknya, untuk kembali menanam di September 2024. Bibitnya padi riun.
Ini tak lain agar varietas lokal padi riun tidak punah. Sekaligus untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sepanjang tahun. Pria 76 tahun itu telah memprediksi masa panen padi diperkirakan, Februari 2025.
Dalam menggarap sawah. Bapak dari 9 orang anak ini tak bekerja sendiri. Dia dibantu istri bersama anak-anaknya. Mulai dari proses menanam, merawat hingga panen di sawah yang berjarak sekira 2 Kilometer (Km) dari rumahnya.
''Selain untuk kebutuhan pangan setahun kedepan sebagai cadangan pangan, hasil padi yang ditanam ini juga dijadikan bibit agar tidak punah hingga generasi berikutnya,,'' sampai Datuk Hasan.
Hasan mengaku, di tahun 2016 dia bersama masyarakat lain mendapatkan bantuan salah satu bibit padi dari Dinas Pertanian dan Perikanan, Kabupaten Lebong. Bibit itu tetap diterima. Namun tak ditanam di area sawah miliknya.
Bibit padi itu berbeda dengan bibit padi riun. Selain membutuhkan banyak air untuk pengairan di sawah, bibit bantuan tersebut juga membutuhkan pupuk. Berbeda dengan padi riun yang sama sekali tidak membutuhkan pupuk dan tahan cuaca.
''Padi riun sebagai penjaga pangan di rumah tangga. Setiap gabah yang dihasilkan masyarakat tidak ada yang dijual dan disimpan hingga musim tanam selanjutnya,'' aku Datuk Hasan.
Desa yang dihuni 97 kepala keluarga (KK) itu memiliki lahan sawah tergarap tidak kurang dari 50 Ha. Secara berangsur mereka mencoba dan mulai menanam bibit padi varietas lain di sawah. Bantuan dari pemerintah daerah setempat.
Mereka menilai jika bibit padi bantuan tersebut lebih cepat panen dibanding padi riun. Meski demikian, gabah dan bibit padi riun tetap tersimpan di dalam bileak atau lumbung padi. Hal ini disampaikan Sekretaris Desa (Sekdes) Sungai Lisai, Herman Adi (37).
Herman mengingat, jika bibit padi varietas lain itu mulai masuk dikisaran tahun 2016. Jauh sebelumnya. Masyarakat dengan penduduk 500 jiwa ini telah membudidayakan serta melestarikan padi riun.
''Masyarakat yang menggarap lahan sawah disini (Desa Sungai Lisai) ada 90 kepala keluarga. Mayoritas penduduk sebagai petani sawah. Ada juga pekebun kopi. Penduduk disini mayoritas dari suku Madras,'' jelas Herman, Sabtu 20 Juli 2024.