LONDON - Presiden Belarusia Alexander Lukashenko mengatakan Rusia dan Ukraina harus berunding untuk mengakhiri konflik mereka guna menghindari perang meluas ke Belarusia. Hal ini diungkapkan Lukashenko yang merupakan sekutu utama Vladimir Putin, dalam sebuah wawancara dengan televisi pemerintah Rusia.
Lukashenko berbicara dengan latar belakang serangan Ukraina ke Rusia yang dimulai pada 6 Agustus ketika ribuan tentara Kyiv menerobos perbatasan barat Rusia yang membuat malu para petinggi militer Putin.
Dalam sebuah wawancara yang luas, Lukashenko mengatakan bahwa hanya orang-orang berpangkat tinggi asal Amerika yang menginginkan perang Ukraina-Rusia berlanjut.
Menurut kutipan dari wawancara hampir dua jam yang dipublikasikan pada Kamis (15/8/2024) di situs web kepresidenan Belarusia, dia mengatakan Barat mendorong Kyiv untuk berperang karena ingin Ukraina dan Rusia saling menghancurkan.
Rusia mengatakan pada Kamis (15/8/2024) bahwa mereka akan meningkatkan pertahanan perbatasan karena ratusan ribu orang diperintahkan untuk mengungsi dari wilayah Kursk barat. Kyiv mengatakan pasukannya telah maju sejauh 35 km (22 mil) ke Rusia sejak minggu lalu dan terus menguasai wilayah.
Lukashenko mengisyaratkan, tanpa memberikan bukti, bahwa Kyiv mungkin berencana menyerang Belarusia. “Minsk tidak akan membiarkan pasukan Ukraina menginjak-injak negara kita,” terangnya.
Militer Ukraina tidak segera menanggapi permintaan tertulis untuk memberikan komentar. Pemimpin Belarusia telah memposisikan dirinya sebagai pendukung utama Putin sejak presiden Rusia memerintahkan invasi skala penuh ke Ukraina pada bulan Februari 2022, yang sebagian dilakukan dari tanah Belarusia.
Alih-alih membiarkan pertempuran berkecamuk, Lukashenko mendesak adanya perundingan.
"Mari kita duduk di meja perundingan dan akhiri pertikaian ini," katanya.
"Baik rakyat Ukraina, Rusia, maupun Belarusia tidak membutuhkannya. Mereka (Barat) membutuhkannya,” lanjutnya.
Moskow mengatakan setiap perundingan damai harus didasarkan pada Ukraina yang menyerahkan tanah yang jumlahnya mencapai seperlima dari wilayahnya, sebagian besar disita oleh pasukan Rusia. Ukraina mengatakan Kyiv akan siap untuk perundingan asalkan kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina dihormati sepenuhnya.
(Susi Susanti)