Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Kisah Jenderal Kopassus Belasan Hari Dikejar Musuh, 5 Hari Tak Makan dan Peluru Tinggal 20 Butir

Qur'anul Hidayat , Jurnalis-Selasa, 01 Oktober 2024 |06:10 WIB
Kisah Jenderal Kopassus Belasan Hari Dikejar Musuh, 5 Hari Tak Makan dan Peluru Tinggal 20 Butir
The Blue Jeans Soldier. (Foto: Dok Ist)
A
A
A

Tepat pada 27 Agustus 1975 Tim Umi yang dipimpin Mayor Infanteri Sofian Effendi dengan Wakil Komandan Kapten Infanteri Sutiyoso kemudian diterbangkan ke Kupang untuk selanjutnya ke Atambua, kota terdekat Indonesia ke Timor Portugis.

Setibanya di Atambua, upaya penyusupan yang rencananya dilakukan melalui Kefamenanu untuk menguasai Ambeno dibatalkan. Tim ini diperintahkan melanjutkan perjalanan ke Motaain sebuah desa pantai di wilayah RI yang hanya berjarak 3 Km sebelah barat Kota Batugede, wilayah Timor Portugis. Namun karena situasi yang tidak memungkinkan akhirnya Tim Umi diperintahkan untuk menyusup jauh ke daerah pedalaman pegunungan di selatan Viquque.

”Saya dan pasukan mungkin tidak dapat kembali setelah melakukan penyerangan Viquque yang terletak jauh dari basis. Tapi sebagai seorang prajurit, kita selalu siap melaksanakan tugas itu sebaik-baiknya apapun risikonya,” kenang Sutiyoso dalam bukunya, dikutip dari Sindonews.

Karena keterbatasan pasukan, Tim Umi saat di Kotabot kemudian dibagi dua, Tim Umi di bawah Mayor Inf Sofian Effendi menyusup ke Tilomar. Sedangkan Tim Umi dipimpin Sutiyoso menyusup ke Suai. Inilah penyusupan terjauh saat Operasi Flamboyan.

Menjelang tengah malam, ketika mendekati Suai, pasukan kemudian dibagi dua mengingat ada dua sasaran yang menjadi target yakni markas polisi dan markas tentara. Sutiyoso menyasar markas tentara. Sedangkan, pasukan kecil dipimpin Letnan Bambang bergerak menuju markas polisi.

Tepat pukul 01.00 waktu setempat, Sutiyoso memberi isyarat dengan melepas tembakan. Kedua tim kemudian secara serentak melakukan penyerangan ke markas polisi dan tentara. Terjadi perlawanan sengit. Setelah pertempuran selama 20 menit, Sutiyoso melepas tembakan sebagai isyarat untuk mundur sesuai strategi hit and run.

Saat itu, Sutiyoso mendapat laporan Sersan Parman yang bertugas sebagai penembak roket launcher tertembak di kakinya. Begitu pula pembantunya Sarwono tertembak sehingga satu jari tangannya putus. Termasuk empat anggota lainnya yang tertembak. Namun saat akan dijemput, ternyata Sersan Parman dan Sarwono telah berpindah.

Pertempuran sengit terus terjadi sementara musuh terus melakukan pengejaran. Pergerakan tim Sutiyoso untuk kembali ke Kotabot terhambat karena harus bertempur dan membopong empat anggotanya yang tertembak.

Dalam perang dahsyat seperti itu, keempat orang yang tertembak “mestinya” ditembak mati supaya tidak menjadi beban. Bahkan para senior yang dihubunginya melalui radio telah menyarankan supaya ditinggal saja. Tapi Sutiyoso tidak tega. Sutiyoso dengan tiga anggota kemudian membopong mereka yang terluka sambil memanggul senjata.

Di tengah gempuran pasukan musuh, Sutiyoso bersama timnya terus melakukan perlawanan sambil bergerak menuju tempat yang aman. Bahkan, anggota yang dipapah Sutiyoso meminta supaya dia ditinggal dan dibekali granat. Jika sewaktu-waktu tertangkap, mereka akan meledakkan diri dengan granat tersebut.

“Tidak! Kamu bisa saya selamatkan. Kuatkan saja dirimu!” Mereka terus bergerak. Hari sudah siang. Sutiyoso bersama timnya belum makan. Rasa lapar dan haus mulai menyerang. Hingga di suatu tempat yang cukup aman, Sutiyoso kemudian membuka radio dan meminta dikirim bantuan helikopter.

Namun karena terbang terlalu tinggi sehingga isyarat kepulan asap yang dibuat Sutiyoso tidak terlihat. Tapi Sutiyoso tidak mau menyerah, Kolonel Dading kembali dihubungi untuk mengirim helikopter lagi. Namun lagi-lagi helikopter tidak dapat melihat titik kepul asap yang dibuat pasukan Sutiyoso.

 

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement