Menanggapi tren penurunan pendaftaran pernikahan yang mengkhawatirkan, anggota parlemen China telah merevisi rancangan undang-undang untuk merampingkan proses pendaftaran pernikahan sekaligus membuat perceraian lebih menantang. Pada 13 Agustus, Kementerian Urusan Sipil merilis draf untuk konsultasi publik tentang "Peraturan tentang Pendaftaran Pernikahan (Draf Revisi)."
Perubahan yang diusulkan termasuk menghapus persyaratan buku pendaftaran rumah tangga untuk pendaftaran pernikahan dan menerapkan masa tenang selama 30 hari untuk pengajuan perceraian.
Presiden China Xi Jinping menekankan pentingnya peran perempuan dalam membangun "tren baru keluarga," menyoroti bahwa pekerjaan perempuan yang efektif sangat penting untuk keharmonisan keluarga, stabilitas sosial, pembangunan nasional, dan kemajuan.
Pada akhir 2023, Xi menekankan perlunya secara aktif mempromosikan budaya baru perkawinan dan kelahiran anak serta memberikan panduan yang lebih baik mengenai perspektif kaum muda mengenai perkawinan, keluarga, dan kelahiran anak.
Para analis memperkirakan bahwa tahun 2024 akan menjadi tahun dengan jumlah pendaftaran pernikahan terendah di China sejak 1980, yang dapat berdampak negatif pada angka kelahiran. He Yafu, penulis buku “Population Crisis: Reflecting on China’s Family Planning Policy,” mencatat bahwa selama dekade terakhir, tiga kuartal pertama tahun ini biasanya mencakup 72 hingga 79 persen dari total pendaftaran pernikahan tahunan.
Oleh karena itu, ia memperkirakan bahwa total tahun ini akan berkisar antara 6,01 juta hingga 6,59 juta pasangan, dengan perkiraan median sekitar 6,3 juta pasangan. Bahkan pada batas atas 6,59 juta, angka ini masih akan jauh lebih rendah dari jumlah pendaftaran pada 2022.
Selain itu, He menekankan bahwa penurunan pendaftaran pernikahan tahun ini kemungkinan akan menyebabkan angka kelahiran yang lebih rendah pada tahun berikutnya.
(Rahman Asmardika)