Pada Februari 2019, Yoory pun menerima kunjungan dari Donald Sihombing dan Saut Irianto untuk menawarkan tanah di Rorotan kepada PPSJ. Dalam pertemuan itu, Donald menjelaskan PT TEP memperoleh tanah Rorotan dari PT NKRE yang tidak bisa melunasi utang.
Donald menyampaikan secara lisa harga penawaran awal tanah itu berkisar Rp4-5 juta per meter untuk dikembangkan PT TEP bersama PPSJ melalui skema kerja sama operasi (KSO).
Kemudian, pada 11-13 Februari 2019, Donald, Saut dan Eko kembali bertemu Yoory dengan membahas penawaran dari PT TEP terkait kerjasama pembangunan hunian DP 0 dengan porsi PPSJ 70% dan PT TEP30%. Donald juga menawarkan lahan tanah Rorotan seluas 10 hektare dengan harga sebesar Rp3 juta per meter persegi dan mengatakan sudah memiliki penilaian appraisal harga dari dua KJPP.
Pada 28 Februari 2019 tawaran tersebut langsung disambut oleh Yoory dengan mengirimkan surat kepeminatan atas penawaran tanah seluas 11,7 hektare. Meski demikian, dalam surat itu terdapat poin bahwa PPSJ membutuhkan waktu dan kerjasama dalam rangka pengecekan legalitas tanah.
Namun, pada 1 Maret 2019 Donald dan Yoory justru menandatangani berita acara negosiasi harga bersama tanpa melalui mekanisme kajian internal. Pada 6 Maret 2019 keduanya menandatangani perjanjian pendahuluan terkait KSO dengan harga tanah sebesar Rp3 juta per meter persegi dari sebanyak 6 bidang tanah dengan total tanah 11,7 hektare.
Perumda Pembangunan Sarana Jaya kemudian membayar uang muka Rp30 miliar kepada PT TEP. Namun, perjanjian itu belakangan batal lantaran perjanjian KSO itu tidak disetujui Dewan Pengawas.
Pembatalan tersebut membuat Yoory mengubah skema KSO menjadi skema beli putus tanah tanpa melakukan proses beli putus tanah dari awal sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada akhir Maret 2019 Yoory dan Donald kemudian melakukan penandatanganan akta PPJB atas enam bidang tanah di Rorotan senilai Rp351.474.000.000 (Rp351 miliar) padahal saat itu SHGB masih terdaftar atas nama PT NKRE.