JAKARTA – Mantan Hakim Agung, Gayus Lumbuun buka suara terkait Revisi Undang-Undang (RUU) Kejaksaan yang dianggap berpotensi menjadi jalan bagi Kejaksaan memiliki kewenangan yang berlebihan. Soal itu, Gayus usul kodifikasi terhadap berbagai aturan bagi penegak hukum atau suatu model omnibus law terkait tugas dan wewenang.
“Keberhasilan Kejaksaan Agung membongkar kejahatan besar dibalik vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, di mana ditemukan uang tunai hampir Rp1 triliun dan emas seberat 51 kilogram, yang melibatkan oknum mantan pejabat tinggi Mahkamah Agung (MA) berinisial ZR, merupakan kerja yang fantastis,” kata Gayus seperti kutip, Sabtu (22/2/2025).
Namun, ia menyadari kewenangan penegakan hukum bisa saling tumpang tindih di mana tugas penyidikan saat ini merupakan ranah kepolisian. “Pasal 1 ayat 1 KUHAP menyebutkan, bahwa kepolisian yang diberi wewenang khusus dalam melakukan penyidikan. Dengan kata lain, polisi merupakan penyidik tunggal dalam perkara pidana," ucapnya.
Hal tersebut, sambungnya, juga termaktub dalam Perkap No. 14 Tahun 2011 yang menyebutkan bahwa polisi adalah penyidik utama. "Sesuai UU 12/2011 tentang peraturan perundang-undangan, Peraturan Kapolri atau sejenisnya termasuk aturan yang digunakan bila UU tidak cukup mengaturnya,” sambung Gayus.
Sementara itu, Gayus menjelaskan kewenangan kejaksaan sudah tertuang pada Pasal 1 ayat (6) KUHAP huruf a dan b bahwa jaksa diberikan wewenang untuk melaksanakan putusan pengadilan serta melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
“Dari situ saja sudah jelas kewenangan dari masing-masing lembaga, baik kepolisian maupun kejaksaan. Lantas, bila kejaksaan juga bisa melakukan penyelidikan dan penyidikan, bukankah artinya itu sudah overlap?” tutur Gayus.