“Kemudian yang menjadi faktor keduanya, yaitu mereka dimanfaatkan oleh oknum baik perorangan, komunitas atau travel untuk diiming-iming sehingga mereka bisa berangkat," sambungnya.
Menurutnya, faktor maraknya fenomena haji non-prosedural selanjutnya karena panjangnya masa tunggu (waiting list) Ibadah Haji di Indonesia. Ia menilai hal ini menjadi pemicu utama masyarakat mencari jalan pintas untuk berangkat lebih cepat.
"Ditambah poin ketiganya, kita tahu bahwa waiting list di beberapa tempat itu ada yang sampai 20 bahkan 49 tahun seperti di Bantaeng, Sulawesi. Ini yang membuat beberapa masyarakat kehilangan rasionalitas dan mereka percaya bisa diberangkatkan haji," tutur Maman.
Anggota Komisi Keagamaan DPR itu pun menambahkan, munculnya haji non-prosedural juga karena kurangnya edukasi di tengah masyarakat tentang pentingnya mengikuti prosedur resmi. Maman menyebut faktor ini turut memperburuk situasi.
"Poin keempat, ini pun karena lemahnya edukasi di tengah masyarakat bahwa haji harus betul-betul dilaksanakan melalui proses yang ketat yaitu visa haji," ungkap Legislator dari Dapil Jawa Barat IX itu.