Ia menegaskan tidak boleh ada ruang bagi kekerasan dalam tubuh kepolisian. Menurutnya, tidak boleh ada perlindungan terhadap personel Polri yang melakukan tindak kejahatan, seperti penganiayaan terhadap Brigadir Nurhadi.
Polri harus menunjukkan tidak ada tempat bagi kekerasan di tubuhnya sendiri. Dan negara, termasuk pimpinan tertinggi di institusi kepolisian, harus memberi pesan tegas bahwa tidak akan ada perlindungan terhadap pelaku kejahatan terlepas dari pangkat, jabatan, atau seragam yang dikenakan.
"Keadilan untuk Brigadir Nurhadi bukan semata soal proses hukum yang berjalan, tetapi soal apakah kita masih mampu membuktikan bahwa hukum di republik ini bekerja untuk semua tanpa kecuali," pungkasnya.
Diketahui, Brigadir Nurhadi ditemukan tewas di kolam renang sebuah penginapan di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, pada 16 April 2025. Ia diketahui diajak atasannya, Kompol YG dan Ipda HC, untuk bersenang-senang dan berpesta di sebuah vila privat. Selain ketiga polisi, terdapat juga dua wanita.
Dari laporan kepolisian, Nurhadi sebelumnya diberi obat penenang. Ia disebut sempat mencoba merayu salah satu teman wanita tersangka, sebagaimana terekam kamera CCTV di lokasi.
Nurhadi kemudian ditemukan tewas di kolam renang privat dalam vila. Hasil autopsi menunjukkan adanya luka-luka pada tubuh korban, termasuk lecet, memar, dan robek di kepala, tengkuk, punggung, dan kaki kiri. Luka di kepala diduga akibat benturan benda tumpul.
Yang lebih mengejutkan, tulang lidah korban ditemukan patah, yang diduga akibat cekikan.
Kemudian, pada jenazah Nurhadi juga ditemukan air kolam, yang menunjukkan ia masih hidup setelah dianiaya dan meninggal karena tenggelam akibat pingsan.
(Arief Setyadi )