Tugasnya sebagai penghubung logistik berakhir pada awal 1950. Dari Bangkok, ia dipanggil pulang oleh Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana R. Soebijakto dan ditunjuk sebagai komandan kapal perang Radjawali. Ia kemudian terlibat dalam operasi penumpasan Republik Maluku Selatan (RMS) sebelum mengakhiri pengabdiannya di TNI AL pada Desember 1966 dengan pangkat terakhir Laksamana Muda.
Penghargaan atas jasanya datang dari berbagai era kepemimpinan. Pada 10 November 1995, Presiden Soeharto menganugerahinya Bintang Mahaputera Utama dan Bintang Mahaputera Adipradana. Kemudian, pada 9 November 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan John Lie sebagai Pahlawan Nasional.
Pengakuan terhadap kontribusinya juga datang dari Jenderal Besar TNI AH Nasution. Pada 1988, Nasution menyebut prestasi John Lie “tiada taranya di Angkatan Laut,” bahkan menilai dirinya sebagai “panglima armada pada puncak-puncak krisis eksistensi Republik.”
John Lie wafat pada 27 Agustus 1988 akibat stroke dan dimakamkan dengan penghormatan negara di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Keteguhan dan keberaniannya hingga kini dikenang sebagai bagian tak terpisahkan dari sejarah perjuangan bangsa.
(Awaludin)