Di Balik Tsunami Selat Sunda: Bocah Kini Takut ke Pantai hingga Warga Mengungsi ke Hutan

Agregasi BBC Indonesia, Jurnalis
Sabtu 29 Desember 2018 09:12 WIB
Dampak terjangan tsunami Selat Sunda. (Foto: BBC News Indonesia)
Share :

KISAH sejumlah penyintas tsunami di kedua sisi Selat Sunda yang diterjang tsunami beberapa waktu lalu: yang lega, yang berduka, dan yang terus berharap menunggu orang-orang tercinta yang tak kunjung muncul.

Adit, Lampung Selatan: Sempat Dikira Sudah Meninggal

Sempat dikira tak selamat dan terpisah dari orangtua kala tsunami menerjang Pesisir Lampung Selatan, Muhamad Adit Saputra, bocah berusia 8 tahun yang akrab disapa Adit, akhirnya bertemu orangtuanya di rumah sakit.

Sebelum bencana itu menerjang pesisir Lampung Selatan, sehari-harinya Adit main pasir di pantai, menemani ayah dan ibunya yang berjualan minuman dan makanan di Pantai Kedu, Kalianda.

"Ombaknya kecil, pasir...dan pantainya bagus," kata Adit mengenang masa-masa itu.

Saat tsunami menerjang, Adit sedang menginap di tempat kerabatnya. Tak banyak yang dia ingat, selain tertimpa puing bangunan yang runtuh yang membuatnya mendadak hampir tak sadarkan diri.

"Saya dibopong-bopong orang, (mereka) setopin polisi, dibawa sama polisi di rumah sakit," cerita Adit.

Ibunda Adit, Sumarni, sudah sempat kehilangan harapan. Saat kejadian ia dan suaminya tidak bersama karena berada di tempat lain. Tsunami menerjang, mereka langsung dicekam kepanikan dan berlari ke arah kota.

Di tempat pengungsian sementara, Sumarni mendengar kabar anaknya, Adit, tertimpa reruntuhan bangunan. Lalu ia dan suami bergegas menuju Rumah Sakit Bob Bazar, di Kota Kalianda, siapa tahu anaknya dirawat di sana.

"Ternyata dia ada di sana, masih hidup!" ujar Sumarni girang.

Walaupun, kata dia, keadaan Adit tampak tak keruan. "Wajahnya banyak jahitan. Muka sudah bukan rupa muka lagi, Sudah lumpur campur pasir. Sininya (ia menunjukkan bagian wajah hingga telinga) sudah berdarah semua," papar Sumarni tentang apa yang dilihatnya waktu itu.

Kini Adit dan kedua orangtuanya berada di pengungsian, di Gedung Olahraga, Kota Kalianda. Adit ternyata mengalami 20 jahitan untuk berbagai lukanya.

Saat ditemui di tempat penampungan pengungsi di GOR Kalianda, Lampung Selatan, luka-lukanya, jahitan dan memar di berbagai bagian tubuh masih tampak jelas. Ia mengenakan sarung untuk menghindari gesekan yang dapat mengakibatkan lukanya makin parah.

Adit masih merasakan kesakitan sesekali, namun sering memaksa untuk berjalan, karena berbaring atau duduk saja membuatnya bosan. Ia hanya berjalan-jalan sekitar tempat penampungan pengungsi.

Adit masih tak mau pergi ke pantai. "Takut ada tsunami lagi," ungkapnya. Padahal, kata dia, dulu dirinya senang sekali bermain pasir dan air laut di pantai.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya