Nursanah: Keluar Hutan karena Tak Ada Makanan
Pada Selasa 25 Desember 2018 pagi itu, Nursanah (54), warga Desa Waymuli Timur, baru kembali ke rumah mereka yang hancur di pesisir pantai. Ia datang bersama suami, anak, menantu, dan dua cucunya.
Mereka keluar setelah tidak ada lagi yang bisa dimakan di dalam hutan tempat mereka mengungsi.
"Hanya pakaian yang melekat di badan yang kami bawa, sesekali ada yang mengantarkan makanan ke atas, namun tidak cukup untuk kami," kata Nursanah kepada BBC Indonesia.
Jarak rumah mereka dari pantai hanya 10 meter. Saat tsunami menerjang merobohkan rumah, nyawa mereka selamat setelah berhasil lari sekuat tenaga menuju Gunung Rajabasa.
Di sana, mereka membangun tenda sementara di tengah hutan bersama puluhan orang lainnya.
Muka Nursanah masih terlihat memar akibat hantaman puing bangunan. "Sempat juga kesetrum karena aliran listrik masih waktu air bah datang," ungkap Nursanah.
Tidak jauh dari tempat Nursanah berdiri, rombongan pejabat pusat dan daerah yang berkunjung ke dapur umum yang memasak 2.000 porsi makanan setiap hari sejak Senin 24 Desember.
Kendati lebih tenang, keluarga Nursanah memilih kembali ke pengungsian di dalam hutan pada sore harinya.
"Kami masih trauma, apalagi dengar gemuruh (Gunung Anak) Krakatau setiap malam semenjak tsunami," tegas dia.
(Hantoro)