Namun, sesampainya di sana, mereka mengalami penolakan dari masyarakat Belanda totok - istilah yang dipakai untuk menunjuk orang Belanda yang lahir di luar Hindia Belanda.
“Ketika sampai di Belanda, orang Indo tidak diterima oleh orang Belanda totok. Jadi mereka selalu ada di tengah, tidak diakui dan diusir dari Indonesia dan ditolak di Belanda,” kata Satrio sebagaimana dilansir dari BBC Indonesia.
Mahasiswa S-3 studi sejarah global dan kolonial di Universitas Leiden, Belanda itu menambahkan pengalaman hidup yang dialami keluarga dan Wilders kecil ini menciptakan rasa trauma yang membentuk gaya politiknya.
“Sejarah ini yang memberi dorongan bagi orang-orang Indo, seperti Wilders, untuk berpolitik secara ekstrem, untuk mencari pengakuan dari orang-orang Belanda,” ujarnya.
“Dia berusaha menjadi lebih Belanda daripada orang Belanda. Itu salah satu cara untuk bertahan bagi orang Indo,” katanya.
Senada, antropolog politik Prof. Nico G. Schulte Nordholt mengatakan bahwa kakek, nenek dan ibu Wilders adalah orang Indo awal yang kembali ke Belanda dan merasakan bentuk diskriminasi.
Wilders yang lahir di Belanda dengan darah Indo, kata Nico, masih mengalami masa-masa diskriminasi saat tumbuh dewasa di tahun 1970-an.
Ibu Wilders lahir di Sukabumi
Ketika ditanya mengenai latar belakangnya, Wilders pernah mengatakan bahwa ayah dari ibunya adalah seorang mayor (tentara) KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda).
Sedangkan, ibunya adalah anak dari orang tua berkebangsaan Belanda.
Walau demikian, kata Wilders, dia mempunyai dua keponakan dan paman yang berasal dari Indonesia.
Selain itu Wilders mengaku bahwa ibunya tinggal di Hindia Belanda selama tiga bulan, lalu pergi ke Prancis, ketika ayah dari ibunya harus kembali ke Belanda.