Kembali menyoal kontribusinya dalam Brexit, kampanye yang disebut-sebut justru kini setelah terwujud, sebagai kehancuran bagi Britania Raya. Pria berambut pirang itu dianggap pantas untuk menjadi suksesor PM Inggris petahana David Cameron yang mengundurkan diri pada Jumat 24 Juni 2016 dan akan direalisasikan pada Oktober mendatang.
Jika sesuai rencana, maka dia memang akan menggantikan Cameron pada 2 September 2016. Dengan sebuah tanggung jawab besar untuk bernegosiasi dengan Uni Eropa, perihal implementasi bercerainya Britania Raya secara resmi dari organisasi pasar satu pintu terbesar di dunia tersebut.
Meski begitu, tidak sedikit pengamat di Inggris berharap siapa pun boleh melanjutkan jabatan Cameron, asal bukan Boris. Salah satu kritik keras datang dari Wakil Editor Politicis.co.uk, Adam Bienkov, yang mengingat betul bagaimana Boris digambarkan saat ia masih berkecimpung di dunia jurnalistik.
“Ketika Boris Johnson pertama kali diserahkan jabatan sebagai redaktur majalah The Spectator, kawan baiknya sekaligus penulis biografi Andrew Gimson melontarkan komentar yang terkenal, menggambarkan posisinya bak ‘memercayakan vas Dinasti Ming (yang berharga) ke tangan seekor kera’,” demikian kalimat pembuka dari opini yang ditulis Bienkov, seperti disitat dari kolom The Guardian, Rabu (29/6/2016).
Gambaran itu, menurut Bienkov, kurang tepat karena BoJo lebih dari itu. Menurutnya, pendahulu Sadiq Khan tersebut adalah rajanya kekacauan profesional. Selama menjabat dua periode sebagai wali kota pun, kata Bienkov, tidak ada program yang benar-benar berjalan dengan baik, efektif dan berkesinambungan. Banyak proyek yang mangkrak di tengah jalan, walau jadi juga tidak ada gunanya.
“Krisis di Balai Kota London bertumbuh sepanjang masa jabatannya. Dan sebagai wali kota, dia jelas tidak pernah menunjukkan banyak minat untuk menangggulangi masalah-masalah itu. Menjelang detik-detik akhir kepemimpinannya di ibu kota, ia hanya mengawasi pembangunan sekira 4.800 rumah baru yang terjangkau, angka tersebut merupakan yang terendah dalam sejarah Inggris terhitung sejak awal 90-an,” terang Bienkov.
(Silviana Dharma)