Sakit Parah, Taubat Merokok
Tidak hanya Jaja. "Keganasan" rokok juga dialami Ramdani. Warga Kelurahan Lingkar Barat Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu. Pria 60 tahun ini perokok aktif, 25 tahun lamanya. Tahun 1981 hingga 2006. Berhenti merokok setelah menderita TBC dan asma.
Kota Bengkulu cerah berawan, pagi itu. Matahari tak malu-malu menampakkan wujudnya. Suasana itu juga dirasakan di gang cukup besar Kelurahan Lingkar Barat Kecamatan Gading Cempaka. Lorong itu bisa dilewati satu mobil.
Tidak begitu ramai, kendaraan lalu lalang di kawasan itu. Jejeran bangunan rumah yang seragam ada di jalan Sadang II RT 07 RW. 02 ini. Tak Jauh dari di simpang tiga ada rumah dihuni, Dani. Berselang empat rumah dari simpang tepatnya.
Di halaman rumahnya, terparkir satu unit mobil jenis sedan. Merah, warnanya. Dani sapaan akrab pria berumur ini. Dampak buruk rokok sudah dirasakan. Taubat adalah langkah menjauhi rokok. Tahun 1981, belum perokok aktif.
Hari itu mukanya terlihat segar dan sehat. Fisiknya terlihat masih kuat. Tidak ada asbak di ruang tamu, hanya ada hiasan bunga di atas meja tamu. Suasana rumah-nya adem. Tak ada bau sisa-sisa asap rokok di ruang berukuran 4x4 meter tersebut.
Dia duduk di kursi tamu. Di atas kepalanya tersusun rapi foto keluarga yang menempel di dinding. Ada meja dihiasi bunga, indah. Terletak di samping kursi tempat dia duduk. Mengenal rokok dari pergaulan. Rekan-rekan kerja adalah pengaruhnya. Gratis, awalnya. Itu membuat candu dan ketagihan.
Merasa malu diberi gratis. Pada hari, minggu selanjutnya berusaha membeli rokok sendiri, perokok aktif disandangnya. Mengisap batang rokok bentuk pergaulan di lingkungan kerja bapak dari dua orang anak ini, satu atap dengan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu, tempatnya.
Ramdhani, yang kembali ceria usai taubat dari rokok (Foto: Demon/Okezone)
Terkadang, tidak membeli. Rokok dikasih gratis dari kerabatnya. Bulan terus berjalan, tahun pun berganti. Menghisap batang rokok menjadi kebutuhan satu bungkus per hari, dihabiskan.
Sepuluh tahun kemudian. Tahun 1991, kira-kira. Merokok semakin "ganas". Dari satu bungkus, meningkat tiga bungkus. Satu hari uang dibakar sia-sia. "Bakar uang" ini berlangsung hingga tahun 2006, 15 tahun lamanya.
"Ganas" merokok membuat kesehatan pria kelahiran Palembang, Sumatera Selatan 22 Juli 1957, terganggu. Tahun 2006, ingat pria ini. Saat istirahat tidur. Mulutnya mengeluarkan segumpal darah. Tidak kurang, empat gelas. Itu awal mulanya.
Suami dari Tri Murti (58), langsung dilarikan ke rumah sakit umum daerah (RSUD) M Yunus Bengkulu. 15 menit dari rumahnya. di rumah sakit ini ditangani intensif. Infus, pemberian oksigen, salah satu langkah pertama tim medis.
Selama 10 hari bapak dari Rio Trinsa Dayu dirawat sehingga tidak masuk kerja. Dadanya terasa sesak, mengeluarkan cairan warna kuning dari bagian paru, saat masa perawatan di rumah sakit.
"Hasil dari rontgen, paru-paru saya sudah bolong. Terlihat sudah setengah," kata pensiunan salah satu karyawan swasta di Kota Bengkulu, sembari memegang bagian paru-parunya.
Keluar dari rumah sakit, ayah Ria Tristina Dayu, musti makan obat rutin. Sembilan bulan, lamanya. Enam jenis obat ditelannya setiap hari, resep dari dokter. 3x1 kali sehari. Tapi, obat tersebut dikonsumsi selama 11 bulan. Tujuannya baik. Penyakit yang diderita bisa sembuh total.
Tidak hanya obat. Rontgen tiga bulan sekali harus dilakukannya. Gunanya mengetahui hasil dari minum obat. Apakah ada perubahan atau tidak dengan paru-parunya. Tiga bulan pertama belum begitu ada perubahan.
Tiga bulan selanjutnya, perubahan terlihat. Hasil rontgen, paru-parunya terlihat tertutup. Nafas tidak terasa sesak, dampak positif lainnya. Itu dirasakan sejak enam bulan keluar dari rumah sakit.
Merasa trauma dengan sakit. Rutin minum obat dan tidak merokok merupakan salah satu obat ampuh dan mujarab. Kebiasaan minum kopi setiap hari ikut dihentikan. Hanya sesekali minum teh, itu tidak rutin.
Pria kelahiran tahun 1957 ini tidak terpengaruh lagi dengan rokok. Saat sedang menghadiri acara pernikahan, syukuran atau sedang berbincang-bincang dengan rekan-rekannya, misalnya. Tidak menghisap batang rokok.
"Obat harus di minum secara rutin. Kalau sehari berhenti, harus mengulang dari pertama. Saya sudah berhenti merokok selama 11 tahun. Tidak mau merokok karena trauma masuk rumah sakit karena rokok," sampai Dani, sembari berjalan ke kamar pribadinya untuk mencari hasil rontgen.
Selama 11 tahun berhenti merokok suami Tri Murti ini merasa lebih sehat. Berat badan bertambah. Naik 19 kilogram. Dari 40 kg menjadi 59 kg. Ukuran celana dari 27 menjadi 32. Selama perawatan di rumah sakit, biaya ditanggung sepenuhnya BPJS Kesehatan. Begitu obat-obatan yang dikonsumsi rutin.
"Makan obat itu secara rutin nafsu makan menjadi bertambah. Berat badan naik. Begitu juga dengan ukuran celana," kata Dani dengan logat khas Palembang.