PADA debat keempat Pilpres 2019 yang mempertemukan dua calon presiden, Prabowo Subianto mengatakan sistem pertahanan Indonesia terlalu lemah, tapi pengamat militer mempertanyakan klaim itu dan mengatakan pembenahan sistem pertahanan Indonesia sudah mengarah ke jalan yang benar.
Dalam debat keempat itu Prabowo menyebut bahwa pertahanan Indonesia terlalu lemah dan jauh dari yang diharapkan karena keuangan Indonesia yang lemah.
Pengamat militer Center for Strategic and International Studies (CSIS), Evan Laksmana, mempertanyakan ukuran lemah yang digunakan Prabowo karena dalam militer, ujarnya, banyak indikator yang harus diperhatikan, seperti jumlah anggaran, jumlah tentara, serta persenjataan baru.
Ia mengatakan aspek-aspek tersebut masih harus terus diperbaiki. Namun sejak lima tahun belakangan, bahkan sejak era pemerintahan mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), beberapa langkah perbaikan sudah dilakukan.
"Ya belum sempurna selevel negara-negara besar di kawasan, seperti Australia, India, China, tapi saya rasa kita sudah cukup mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki," kata Evan.
"Dibilang lemah 100% jelas enggak... Kita sudah berada di arah yang benar untuk memperbaikinya."
Apa pertahanan Indonesia bisa disebut rapuh?
Evan menyebut banyak faktor yang harus dilihat untuk menentukan apakah pertahanan Indonesia bisa disebut rapuh.
Oleh karena Indonesia tidak menjalankan operasi militer yang besar sejak operasi di Aceh, Evan mengatakan belum bisa mengukur efektivitas tempur pasukan Indonesia.

Namun, melihat dari indikator pertahanan dalam lingkup sehari-hari, Evan mengatakan sudah terjadi pengurangan dari segi pelanggaran di perairan Indonesia, baik yang dilakukan oleh kapal nelayan atau militer asing. Ia juga menyebut jumlah pelanggaran di ruang udara juga berkurang.