Tambahnya, performa non-tempur pasukan Indonesia bisa disebut efektif, seperti dalam UN Peace Keeping Mission dan penanganan bencana, meski banyak hal masih bisa dibenahi.
"Saya rasa kalau ditanya apa kita siap hadapi ancaman pertahanan keseharian, kita siap," ujarnya.
Sementara itu, pengamat militer Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muhamad Haripin, menyebut rencana pertahanan Indonesia menekankan pada strategi pertahanan internal dengan gerilya.
(Baca juga: Ingin Tingkatkan Anggaran TNI, Prabowo: Pilih Gue Jadi Presiden Dulu)
Hal itu, kata Haripin, dikarenakan Indonesia sudah menyadari keterbatasannya di bidang pertahanan udara dan laut.
"Sebetulnya kita tidak punya instrumen deterrent yang memadai, tapi kalau kita melihat strategi gerilya, bisa dibilang kita bisa bertahan lama," ujar Haripin.
Apakah Indonesia berada di bawah ancaman?
Pengamat militer CSIS, Evan Laksmana, mengatakan ancaman keamanan di Indonesia memang selalu rumit karena terdiri dari ancaman dalam negeri maupun luar negeri.
Dari segi geografis, tambahnya, Indonesia berada dalam persimpangan geopolitik China dan AS dalam konflik Laut China Selatan.
Selain itu, kata Evan, Indonesia juga menghadapi ancaman dalam bentuk penangkapan ikan ilegal, pembajakan kapal, hingga ancaman di bidang siber.
Namun, terkait ancaman konvensional, di mana negara lain berupaya untuk menyerang dan menginvasi negara lain, Evan mengatakan ia belum melihat potensi itu.