JENEWA - Kantor hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan ditegakkannya keadilan dan pertanggungjawaban bagi para korban penghilangan paksa dan penculikan oleh Korea Utara, yang telah melakukan praktik ilegal tersebut sejak 1950.
Laporan yang diterbitkan kantor HAM PBB pada Selasa (28/3/2023) itu menggambarkan penderitaan banyak keluarga lintas generasi yang harus mengubur kesedihan mereka dalam diam, tanpa memperoleh kompensasi dan pengakuan dari pemerintah Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK), nama resmi Korea Utara.
“Kesaksian dalam laporan ini menunjukkan bahwa seluruh generasi pada banyak keluarga telah hidup dalam kesedihan karena tidak mengetahui nasib pasangan, orang tua, anak-anak dan saudara-saudara mereka,” kata Volker Turk, komisioner tinggi HAM PBB, dikutip VOA.
“Penghilangan paksa adalah pelanggaran besar terhadap banyak hak asasi sekaligus, dan negaralah yang bertanggung jawab,” lanjutnya.
Sebuah laporan pada 2014, yang disusun oleh Komisi Penyelidikan PBB terkait situasi HAM di Korea Utara, menemukan bahwa penculikan dan penghilangan paksa yang dilakukan secara sistematik dan meluas di negara itu tergolong sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Laporan PBB yang baru bersumber dari hasil wawancara di Seoul, Korea Selatan dengan 38 laki-laki dan 42 perempuan yang menjadi korban penculikan dan penghilangan paksa, termasuk sanak saudara orang-orang yang dihilangkan paksa.